Jika mendengar nama Pixar, sudah pasti kita akan tertuju kepada harapan akan film animasi yang berkualitas. Hal tersebut sangat wajar karena sejak debut feature filmnya sebelum diakuisisi oleh Disney, Toy Story di tahun 1995 kemudian dilanjutkan dengan A Bug's Life di tahun 1998, Pixar nampak tidak pernah memperlambat laju kendaraannya. Sebaliknya, beragam kemajuan dan inovasi di ranah animasi terus ditelurkan oleh Pixar sampai hari ini.
Tentu akan terasa berbeda jika kita menyaksikan Toy Story tahun 1995 dengan Toy Story 4 yang dirilis tahun lalu misalnya. Beberapa perbedaan paling mencolok tentu saja ada pada detailnya seperti efek perubahan cuaca, pantulan sinar matahari, hingga micro detail seperti tekstur pakaian, debu, dan material bangunan.
Kualitas detail yang begitu terlihat sempurna nyatanya juga masih diteruskan lewat film lainnya semisal Wall-E, Coco, dan yang terbaru Onward, yang penayangannya di Indonesia baru saja dimulai di hari Rabu lalu, 4 Maret 2020. Mempertahankan kualitas animasi khas Pixar, Onward lantas melengkapinya dengan cerita petualangan penuh keajaiban khas Disney.
Dunia sihir yang dipenuhi elf, minotaur, hingga unicorn yang berpadu dengan sajian animasi berkualitas tinggi khas Pixar, tentu saja membuat Onward tampak begitu menjanjikan. Lantas, apakah film ini benar semenjanjikan itu?
Sinopsis
Premis yang dibawa Onward sejatinya cukup sederhana. Berlatar di sebuah kota fantasi dengan suasana metropolitan yang dihuni makhluk-makhluk mitologi namun tak ada lagi sihir di sana, cerita kemudian berpusat pada sosok elf bersaudara yaitu Ian Lightfoot (Tom Holland) dan Barley Lightfoot (Chris Pratt), yang menjalani hari-harinya dengan selalu merindukan sosok almarhum sang ayah.
Sebuah hadiah dari mendiang sang ayah yang boleh dibuka setelah kakak-beradik tersebut melewati usia 16 tahun, pada akhirnya dibuka di hari ulang tahun Ian. Sebuah tongkat sihir, batu phoenix, dan mantra petunjuk yang menjadi isi bingkisan tersebut lantas membuat Barley antusias untuk mencoba menghidupkan sihirnya. Meskipun Ian, yang sama dengan penduduk kota lainnya, tidak lagi mempercayai adanya sihir di dunia karena sihir dipercaya sebagai tradisi yang sudah lama mati.
Sihir yang dicoba Barley pun lantas bekerja saat Ian mengucapkannya. Mantra yang mengizinkan mereka untuk bertemu sang ayah di dunia sekali lagi selama kurun waktu 24 jam tersebut pada akhirnya berhasil memunculkan sosok sang ayah walau baru sampai pinggang dan kakinya saja. Hancurnya batu phoenix yang mereka gunakan mengharuskan mereka mencari yang baru jika ingin menyelesaikan bagian atas tubuh ayahnya.
Kini Ian, Barley, dan bagian bawah tubuh sang ayah pun berpacu melawan waktu demi bisa menemukan batu phoenix baru dengan bantuan berbagai petunjuk yang tersebar di sepanjang perjalanan mereka.
24 jam tenggat waktu tersebut kelak akan menjadi 24 jam penuh petualangan yang tak akan terlupakan bagi Ian dan Barley.