Sudah 46 tahun genap usia Warkop DKI tepat di tanggal 7 September 2019 ini. Di mana karya-karyanya terus hidup meskipun kini hanya menyisakan 1 personil yaitu Indro seorang. Falcon Pictures pun memutuskan untuk kembali lagi menelurkan produk Warkop DKI Reborn mereka di tahun ini, yang sejatinya sudah cukup sukses lewat film yang terbagi 2 bagian di tahun 2016 dan 2017 silam.
Total kurang lebih 10 juta penonton hasil akumulasi kedua film tersebut, rasanya tak cukup membuat Falcon Pictures berpuas diri terhadap brand Warkop DKI yang dikenal sebagai kiblat komedi Indonesia yang lawakannya sendiri tak pernah lekang oleh waktu.
Di tengah biasnya tujuan pelestarian karya dan komersialisasi brand Warkop DKI itu sendiri, tak bisa dipungkiri film Warkop DKI Reborn ketiga ini berusaha untuk kembali menggaet penonton muda untuk bisa menyaksikan Warkop DKI yang mungkin tak bisa mereka nikmati sebelumnya terkait generation gap yang cukup jauh.
Tak hanya mengganti sosok Dono, Kasino dan Indro yang sebelumnya diperankan oleh Abimana Aryasatya, Vino G.Bastian dan Tora Sudiro menjadi Aliando Syarief, Adipati dan Randy Danistha, film ini juga mengganti sutradara yang sebelumnya dipegang oleh Anggi Umbara menjadi Rako Prijanto. Perubahan besar pun tentu saja terjadi dalam film Warkop DKI Reborn terbaru.
Namun apakah film ini worth untuk disaksikan?
Tanpa membahas sinopsisnya, inilah ulasan film dengan harga tiket hanya Rp 5.000 di hampir seluruh bioskop nasional, sebagai perayaan hari jadi Warkop DKI ke-46 di hari Sabtu tanggal 7 September 2019 lalu.
Eksekusi Jalan Cerita dan Jokes yang Lebih Rapi
Dibandingkan film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss part 1 & 2 garapan Anggy Umbara, film Warkop DKI Reborn ketiga yang dipegang oleh Rako Prijanto ini bisa dibilang jauh lebih rapi dalam hal eksekusi ceritanya. Jalan cerita utama film ini masih cukup jelas untuk dimengerti meskipun kemudian diselipkan berbagai jokes non-linear khas Warkop DKI.
Berbeda dengan Anggy yang lebih banyak mengambil referensi film Warkop semisal Chips, Maju Kena Mundur Kena dan Setan Kredit, Rako cenderung mengambil referensi film-film Warkop DKI yang lebih lawas semisal Mana Tahan, Gengsi Doong dan Pintar-pintar Bodoh.
Rako kemudian melengkapinya lewat tone film yang berwarna lebih kecoklatan untuk menghasilkan efek warm khas film jadul. Dengan gaya berpakaian yang juga khas film-film Warkop kala almarhum Nanu masih melengkapi formasi tersebut.
Warkop DKI Reborn kali ini juga menawarkan pengalaman sinematik yang jauh lebih baik. Kombinasi teknik pengambilan gambar melalui drone atau wide shoot seperti kala adegan di Maroko, memberikan cinematic experience yang cukup baik dan memuaskan. Ya, dari sisi sinematik Warkop DKI Reborn ketiga ini jelas satu step lebih baik dibanding pendahulunya.
Dari sisi komedi film ini tak disangka cukup menghibur, meskipun di beberapa bagian memang masih nampak garing dan hanya berhasil mendatangkan senyum simpul, bukan tertawa lebar. Penulis yang sebelumnya tak berekspektasi lebih dengan film ini, lantas cukup terpuaskan dengan deretan lawakan yang muncul dan berpadu rapi dengan runutnya jalan cerita.