Lihat ke Halaman Asli

Yonathan Christanto

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

"DreadOut" dan Metafora Gawai di Tengah Sajian Horor Tanggung

Diperbarui: 4 Januari 2019   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: Nimpuna.net

Pertama kali memainkan versi demo video gim Dreadout di tahun 2014 silam, saya langsung yakin bahwa gim ini akan menuai sukses besar setidaknya di Indonesia.

Gameplay yang seru, unik dan mengingatkan akan trilogi gim horor fenomenal asal Jepang di tahun 2001 berjudul Fatal Frame, menjadi beberapa alasan mengapa gim ini memiliki potensi untuk disukai para gamer. Kapan lagi memainkan karakter cewek SMA yang begitu kerennya mengalahkan hantu hanya dengan kamera handphone bukan?

Dan ternyata dugaan saya benar. Video gim yang dijual di platform Steam ini kemudian menuai kesuksesan bahkan hingga ke luar negeri. Gim racikan developer Digital Happiness asal Bandung yang terwujud berkat crowdfunding ini dipuji lantaran menyajikan deretan karakter hantu lokal yang cukup fresh dan belum banyak dikenal gamer internasional. 

Gim Dreadout (Pantau.com)

Selain itu, gim ini pun memiliki sisi grafis, visual efek dan sound effect yang mumpuni meskipun tidak bisa dibilang spesial. Tak lupa, berkat review positif dari youtuber gim terkenal Pewdiepie jugalah yang pada akhirnya semakin memantapkan langkah Dreadout di kancah internasional.

Kini, 5 tahun setelah rilis gimnya, Dreadout mengikuti jejak video gim horor sukses lainnya seperti Resident Evil, Silent Hill dan Alone in the Dark yaitu diangkat ke layar lebar. Menjadi video gim Indonesia pertama yang sangat sukses di pasar internasional yang kemudian diangkat menjadi sebuah film, Dreadout nampak menjanjikan sebagai sebuah film yang segar dan unik pada awalnya.

Bagaimana tidak, semua elemen dalam film ini nampak disiapkan dengan sangat matang. Pemilihan Kimo Stamboel (Headshot,Killers) sebagai sutradara dan penulis, Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi(Dwilogi The Raid, Apostle) di kursi departemen musik dan sound effect, hingga pemilihan bintang muda potensial dengan fan base luar biasa seperti Caitlin Halderman dan Jefri Nichol, menjadi beberapa alasan mengapa film ini nampak menjanjikan kualitas yang sepadan.

Tapi apakah semuanya kemudian berjalan sesuai ekspektasi? Ya mungkin saja bisa iya, bisa juga tidak. Apalagi mengingat kutukan movie based on video game nampak masih menjadi momok menakutkan, tak hanya bagi segenap kru pembuat film namun juga bagi fans gim itu sendiri.

Sinopsis

Kincir.com

Jessica(Marsha Aruan), Beni(Irsyadillah), Dian(Susan Sameh), Alex(Ciccio Manassero), Erik(Jefri Nichol) dan Linda(Caitlin Halderman), merupakan kelompok remaja yang menginginkan reputasi lebih melalui siaran langsung petualangan gaib di postingan media sosial mereka. Mereka kemudian memilih apartemen kosong nan angker sebagai pilihan petualangan mereka.

Kang Heri(Mike Lucock) yang menjaga apartemen tersebut kemudian mempersilakan mereka masuk dengan syarat tidak boleh melewati lorong yang terpasang garis polisi. Namun rasa penasaran yang tinggi menyebabkan mereka menghiraukan larangan Kang Heri. Merekapun akhirnya masuk ke sebuah unit yang juga terpasang garis polisi dan menemukan banyak keanehan seperti kulit ular hingga beberapa perkamen antik.

Salah satu perkamen tersebut memiliki tulisan tersembunyi yang hanya bisa dibaca oleh Linda. Ternyata, bacaan tersebut membuka portal ke dimensi lain dan membawa mereka menemukan berbagai fakta dan petualangan baru. Sebuah petualangan yang kelak memberi banyak pelajaran bagi mereka, khususnya bagi Linda dan kekuatan supranatural dalam diri serta gawainya.

Sebuah Prekuel yang Seru Namun Kurang Maksimal

Brilio.com

Dengan status film ini sebagai prekuel dari video gimnya, seharusnya film ini bisa menyajikan origin story yang kuat. Bagaimana kisah latar belakang Linda atau mengapa kemudian flash dari kamera handphonenya bisa mengalahkan para dedemit yang berkeliaran, seharusnya bisa lebih dimaksimalkan. Karena sejatinya prekuel itu bagaikan sebuah kertas putih yang bebas dicorat-coret hingga membentuk sebuah gambar baru yang bisa disambungkan dengan cerita aslinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline