Di riuhnya pasar sore, seorang wanita cantik dan suaminya menjual gorengan bersama suaminya. Dengan tangkas ia mengaduk adonan, sedangkan suaminya melayani kemasan dan pembayaran pelanggan. Wanita cantik itu berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. Sejak beberapa hari saya menonton channel YouTube si mbak cantik ini, Yenny namanya. Awal mula ia menjual panganan di depan toko mertuanya dengan beragam makanan Indonesia seperti menjual makanan ringan, dari kerupuk udang Indonesia, hingga makanan khas Indonesia seperti soto, kari ayam, sampai rawon.
Selang beberapa bulan, pelanggannya terus bertambah seiring upaya dia dan suaminya terus memperbaiki dan memperbanyak varian masakan khas indonesia. Namun, yang menarik bagi saya adalah pembeli Yenny selalu membayar menggunakan QR Code yang terpampang di depan gerobaknya, Pembelinya dari anak hingga dewasa hampir 90 persen menggunakan QR Code. Bermodalkan smartphone lalu scan kode barcode pembayaran ke toko mereka. Praktis, karena Yenny dan suami tidak perlu lagi mencari-cari uang kembalian. Platform populer di China dalam pembayaran digital adalah WeChat Payment dan Alipay.
China adalah negara-negara adidaya selayaknya Amerika, Rusia, Jepang yang mungkin termasuk kategori negara maju. Namun China menolak melabeli dirinya sebagai negara maju, dan lebih memilih sebagai negara berkembang. China sendiri terus melakukan inovasi baru hingga hari ini untuk mengembangkan QR Code. Yenny sebagai pedagang makanan di China juga berusaha untuk menyempurnakan pelayanannya dengan menyediakan QR Code bagi pelanggannya.
Sebetulnya cara pelanggan Yenny membayar, juga tidak jauh dengan cara saya. Saat ini di Indonesia pun dimana-mana termasuk UMKM dan beberapa toko langganan di kota saya juga sudah mempergunakan QR Code sebagai transaksi non tunai. Transaksi non tunai di Indonesia dikenal dengan sebutan QRIS kepanjangan dari Quick Response Code Indonesian Standard yang dibaca KRIS atau KERIS bukan Qiuris, dimana kebanyakan orang salah membacanya.
Transaksi non tunai menggunakan QRIS sangat membantu ketika kala pandemi covid terjadi di tahun 2019-2020, dimana keterbatasan untuk bertatap muka. Sehingga media digital dan pembayaran non tunai menjadi solusi kala itu. Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia mencatat volume QRIS setidaknya terdapat 5 juta pengguna pada tahun 2020 kemudian naik setiap tahunnya hingga menjadi 51,7 juta pengguna dengan total transaksi hampir 100 triliun rupiah pengguna QRIS di akhir tahun 2022. Saya yakin pula tahun yang akan datang akan terus meningkat penggunanya, siapapun termasuk saya sebagai ibu rumah tangga, juga menikmati kemudahan pembayaran secara digital ini.
Kalau ditanya apa alasannya suka menggunakan QRIS?pertama, transaksi QRIS praktis tidak perlu membawa uang tunai di dompet dan itu lebih aman. Kedua, tidak repot untuk menunggu kembalian dan nyaman. Ketiga, lebih tercatat dan cepat dalam bertransaksi.
Mari kita mendekat ke informasi terbaru sistem pembayaran lintas batas ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), dimana tahun 2022 sejarah baru telah dibuat yakni sejak ditandatangi nya kerjasama pembayaran dalam MOU RPC (MoU on Cooperation In Regional Payment Connectivity) dengan ada perjanjian kerjasama tersebut negara-negara yang berkerjasama dapat bertransaksi menggunakan QR secara real time dengan biaya yang sangat murah langsung dengan mata uang masing-masing, fast payment dan local currency. Lima negara ASEAN itu adalah Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina mengenang kembali pelopor pendiri ASEAN juga tempo itu. Inisiatif regional payment connectivity ini sebenarnya adalah hasil wujud nyata dari Roadmap for Enhancing Cross Border Payment (Peta Jalan Pembayaran Lintas Batas) negara G20.
Pada KTT ASEAN ke 42, Indonesia dengan mengusung ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, Keketuaan ASEAN Indonesia 2023 sendiri membawa misi untuk meningkatkan kerjasama ekonomi negara-negara ASEAN. Dimana keinginan bersama itu untuk membawa ASEAN menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global ditengah gelapnya proyeksi perekonomian dunia. Pada kesempatan itu Menteri Luar Negeri Indonesia menyebutkan bahwa indonesia harus berfokus pada:
1, pemulihan perekonomian pasca pandemi;
2. pencapaian kedamaian di wilayah ASEAN;
3 stabilitas diwilayah kawasan ASEAN.