Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Moderasi Agama

Diperbarui: 29 Juli 2023   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nu online

 

Dua dekade ini kita wajib besyukur karena banyak pihak yang mendalami agama dengan serius. Bahkan kita bisa melihat semangat dekat dengan agama dengan melihat banyaknya sekolah-sekolah yang berbasis agama.

Semangat untuk belajar agama ini sayangnya mengandung resiko. Yaitu konservatisme agama karena banyak pihak mungkin terlalu besemangat dan mengeja agama dengan segala cara . Kedua bahwa karena takut dibilang jauh dari akar, maka konsevatisme agama menjadi lebih tekenal dibanding moderasi agama.

Mempelajari agama sesuai dengan konteks adalah salah satu ciri moderasi agama. Sama halnya dengan penyebaran agama Islam pada masa awal-awal di Jawa dan di seluuh Indonesia selalu akan melibatkan konteks. Artinya, di sebuah daerah bisa saja agama itu disebar, namun juga harus menghargai hal-hal yang sudah ada, seperti adat istiadat masyarakat setempat dll. Dengan hal seperti itu agama islam nyatanya bisa dengan baik diterima masyaakat Jawa dan membesar sampai sekarang. Inilah juga yang membuat wali songo bisa berhasil mengembangkan agama Islam dengan luar biasa. Sehingga agama ini menjadi agama mayoritas di Indonesia.

Karena moderasi agama kini seakan makin ditinggalkan karena dianggap tidak membawa marwah agama islam itu sendiri yang berasal dari Timur tengah. Ini sering dibahas di berbagai narasi baik lewat ustadz milenial maupun di media sosial. Namun seharusnya ini perlu dievaluasi.

Saat ini kita perlu mendorong para pegiat moderasi beragama untuk semua kalangan dan semua bidang. Kita harus menekankan pada bidang pendidikan yang kian lama kian jauh dai moderasi agama. Kita harus merangkul semua expert untuk bisa andil dalam memoderasi agama di media digital.

Energi bangsa ini seharusnya diarahkan ke arah yang lebih produktif dan konstruktif. Keragaman agama dan budaya seharusnya bisa menjadi agregator sekaligus akselerator kemajuan bangsa. Bukan justru sebaliknya, menjadi faktor pemicu timbulnya segregasi, polarisasi, apalagi disiintegrasi. Inilah tantangan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline