Lihat ke Halaman Asli

Yolis Djami

Foto pribadi

Aku Ada Sebagaimana Aku Ada Karena Mereka Ada Bagiku

Diperbarui: 17 Agustus 2021   17:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: hot.liputan6.com

 

Gambar: dokpri

Indonesia tepat berulang tahun ke 76 hari ini yaitu Selasa tanggal 17 Agustus 2021. Ia bisa ada karena para pendahulu, para pejuang dan para pendirinya telah bertarung nyawa demi melahirkan dia. Ya, Indonesia ada dan tetap kokoh berdiri karena orang-orang terdahulu telah memperjuangkannya dan kini kita wajib mempertahankannya. Dirgahayu Indonesiaku!

Tema yang diusung dalam memperingati hari kemerdekaan RI ke 76 tahun ini adalah: Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh! Indonesia akan semakin tangguh karena ia terus bertumbuh. Ia tangguh menghadapi segala ancaman karena ada kesadaran rakyatnya yang tumbuh untuk mempertahankan eksistensinya.

Di hari kemerdekaan ini pula aku ingin menuliskan cerita tentang beberapa orang hebat. Yaitu mereka yang telah menjadikan aku tangguh dan tumbuh sebagaimana adanya aku sekarang. Uluran tangan mereka telah membuatku tegak berdiri dengan gagah menantang dunia hingga kini. Kendatipun dampak perbuatan mereka tak pernah terpikirkan olehku kala itu.

Keberadaanku hari ini sebagaimana yang aku alami rasakan saat ini adalah karena mereka. Bersebab dari orang-orang hebat itu yang berada di sekelilingku. Orang-orang yang merelakan dirinya tak berarti demi membuat diriku berarti sepenuhnya. Dan itu dimulai sejak aku belum mengenal diriku dan duniaku.

Mereka merajut membentukku sedemikian rupa sehingga aku bisa seperti sekarang ini. Mereka membentukku dari tiga ranah sebagai pusat sumber dayaku. Ketiga sumber daya itu adalah: Hati, otak, dan otot. Mereka menjadikan diriku berarti karena hati, otak dan ototku dibangun secara simultan dengan gaya mereka masing-masing.

Proses pembentukanku tidak selalu menyenangkan. Ada hal-hal menyebalkan yang aku terima dari mereka. Tapi aku takkuasa menempiknya sebab aku berada di bawah kekuasaan mereka. Kelak baru aku tahu dan sadari bahwa didikan itu keras dan pahit rasanya tapi ia mujarab hasilnya.

Aku suka sekali dengan pepatah Arab dan kutipan yang aku baca sekitar tahun 1986-1987. Aku memperolehnya dari beberapa buku yang kubaca di salah satu toko buku di bilangan Jakarta Barat. Ketika itu aku sedang dalam proses penyelesaian pendidikan di FPOK-IKIP Jakarta.

Pepatah dan kutipan itu kucatat baik-baik dalam notes yang selalu kubawa. Ia kujadikan cambuk dan juga sebagai penyemangat dalam menyelesaikan kuliah. Ia berkata begini: "Barang siapa takmau merasakan pahitnya studi (baca: didikan) pasti akan merasakan pahitnya kebodohan sepanjang masa."

Ada dua kutipan lagi yang ingin kubagikan untuk pembaca sekalian. Yang pertama berasal dari buah pikiran R. W. Mongisidi. Anak muda pejuang yang membuat Indonesia berjaya. Kata-katanya adalah: "...Belajarlah melihat kepahitan; semua tidak ada yang gampang tapi terlalu susah pun takada."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline