Lihat ke Halaman Asli

Yolis Djami

Foto pribadi

Merdeka Belajar dengan Bambu Runcing

Diperbarui: 31 Agustus 2020   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kita masih berada di bulan kemerdekaan, Agustus. Tanggal tujuh belas yang lalu kita baru selesai merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Perayaannya tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya karena corona menerpa seantero dunia.

Sekalipun tidak semeriah perayaan di tahun-tahun sebelumnya, namun ada kebanggan tersendiri. Bangga karena Indonesia sudah melewati ulang tahunnya yang ke 75. Semoga ia benar-benar merdeka dalam segala hal.

Indonesia merdeka karena perjuangan rakyatnya mengusir penjajah dengan bambu runcing. Senjata yang tidak masuk hitungan penjajah karena sederhana dan sangat tradisional. Tapi ia mampu membuat negeri ini bebas merdeka.

Telah menyejarah bahwa kemerdekaan kita diperoleh dengan bambu runcing. Bambu runcing memerdekakan bangsa Indonesia. Bisakah merdeka belajar dengan bambu runcing? Apa hubungannya merdeka belajar dengan bambu runcing?

Pembaca yang budiman! Silakan ikuti penuturan berikut tentang keduanya, merdeka belajar dan bambu runcing. Semoga dapat menginspirasi para pembaca dan juga para guru Indonesia.

Merdeka belajar adalah slogan yang dicanangkan dan dikumandangkan oleh Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim. Merdeka belajar ini lebih dititikberatkan pada proses belajar bukan hasil. Bila proses benar niscaya hasilnya akan bagus. Baik.

Proses belajar yang merdeka berlaku bagi peserta didik dan guru. Bagi siswa, proses belajar yang merdeka artinya ia mendapatkan informasi bernas tanpa ada rasa tertindas. Sedangkan bagi guru, ia menyampaikannya dalam sukacita bebas dari terpaksa.

Saya pernah mengajar di salah satu sekolah elit (nasional plus) di Tangerang. Sekolah swasta mentereng yang mengundang decak kagum siapa pun yang melihatnya. Mentereng dalam hal sarana, dana dan program.

Saya bergabung dengan sekolah itu pada bulan September tahun 2002. Saya mengajar bidang studi Penjaskes di level SMP. Selain mengajar di SMP, saya pun melatih dan/atau menangani kegiatan ekstrakurikuler SMP dan SMA.

Kurikulumnya, Penjaskes, terdiri dari: Atletik, Permainan, Senam, dan Akuatik yang salah satunya adalah Renang. Semua aktivitas keolahragaan itu sebisa mungkin diterapkan atau diajarkan kepada para siswa. Itu suatu keharusan. Keniscayaan.

Idealnya demikian. Tetapi tidak semua sekolah memiliki prasarana yang menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Karenanya guru yang bersangkutanlah yang harus kreatif menciptakan medianya sendiri. Demi keberhasilan pembelajarannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline