Hingga saat ini di seluruh wilayah Nusantara tercinta masih diterapkan penutupan pergerakan masa. Yaitu pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pembatasan atau penutupan ini dalam bahasa Inggrisnya adalah: Lockdown. Dari pembatasan atau penutupan atau kondisi terkunci ini berkembang lagi istilah baru yang lebih mempersempitnya. Istilah dimaksud adalah: Stay at home, work and learn from home, dan social and physical distancing.
Kondisi ini harus tetap dijalankan diterapkan oleh pemerintah demi kemaslahatan orang banyak. Keniscayaan pembatasan atau penutupan atau penguncian ini terus dilakukan hingga penyebaran covid benar-benar terkunci. Tetap tinggal di rumah untuk kerja dan belajar juga selalu berjarak ketika berinteraksi dengan orang lain pun masih diberlakukan. Malah itu telah menjadi kesadaran setiap orang sehingga membuat mereka selalu sadar diri ketika terpaksa harus di keramaian. Walaupun prosentasenya sangat kecil.
Dampak atau hasil dari penutupan atau keterkuncian pergerakan manusia ini beberapa kota di dunia telah sukses bebas covid Sembilan belas. Ini karena pemerintah dan seluruh masyarakatnya ketat menjalankan penutupan dan penguncian lokasi. Penguncian itu dilakukan dari lokasi sempit kecil hingga ke daerah yang semakin luas. Misalnya dari tingkat rukun tetangga, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan hingga seluruh bangsa dikunci agar tidak ada perpindahan manusia.
Tapi ada juga kota-kota tertentu, bahkan Negara yang tidak menghiraukan imbauan tersebut. Mereka keras kepala dan mau melakukan apa saja yang mereka maui sekalipun sudah dikerastekankan untuk menjaga jarak. Meskipun mereka sudah diperintahkan untuk tinggal dan mengunci diri di rumah. Mereka sudah dilarang agar jangan keluar rumah jika tidak penting sekali. Akibat dari keras kepalanya mereka mengalami krisis berkepanjangan. Korban jiwa bertumbangan di mana-mana.
Secara pribadi aku bangga pada kampung kecilku ini. Semua orang dengan kesadaran penuh mengunci diri di rumah. Artinya tidak akan bepergian kecuali ada hal urgen yang harus dilakukan di luar rumah. Aku dan teman-teman sekampung yang nota bene rakyat kecil ini sangat mengindahkan instruksi pemerintah.
Kami semua hanya melakukan segala aktivitas dari balik tembok rumah masing-masing. Mengunjungi tentangga secara sengaja seperti yang lalu-lalu pun tidak kami lakukan. Kecuali, sekali lagi, terpaksa. Yaitu bila ada teman atau tetangga yang sangat membutuhkan bantuan orang lian, banyak orang. Seperti kejadian kemarin di rumah salah satu tetangga.
Entah bagaimana, tiba-tiba rumahnya terbakar. Terbakar dari dalam kamar yang di tempat tidurnya ada oma sedang terbaring tak berdaya. Oma sudah sangat uzur sehingga tidak mampu beraktivitas. Bergerak untuk beralih tempat saja ia tak mampu. Bahkan untuk keperluan pribadinya pun harus dibantu. Seperti mandi, ganti pakaian, makan, dan berjalan atau berpindah tempat. Untuk semua hal itu oma selalu butuh bantuan cucu satu-satunya. Biarpun cucunya laki-laki ia tetap setia menjaga, memelihara dan memperhatikan omanya dengan baik. Dengan cinta kasih yang penuh.
Di dalam rumah itu hanya ada oma dan cucunya yang laki-laki. Cucunya dengan sigap dan cekatan menyelamatkan omanya tercinta walau dia harus terbakar. Ia menabrak menembus api yang menghadangnya demi menggendong menyelamatkan oma dari kobaran api yang terus menjilat dengan kejam. Oma selamat dari maut. Hanya terbatuk-batuk kecil karena terhirup asap hitam tebal yang mengepungnya di pembaringan. Sementara cucunya harus dilarikan ke puskesmas terdekat karena luka bakar panas di kulit yang mengelembung.
Begitu cerita orang banyak yang datang membantu memadamkan api. Setelah api padam barulah orang-orang saling menceritakan kronologis terbakarnya rumah itu. Kata mereka bahwa awal terbakanya dimulai dari kamar tempat oma berbaring tidur. Dan pemicu kebakaran adalah dari pelita -- yang menurut istilah kami di kampung ini tioek. Pelita atau tioek adalah lampu yang menyala dari sumbu benang atau kain kemudian dimasukan dalam wadah tertutup berisi minyak tanah. Menyalakan tioek adalah satu-satunya cara menyinari menerangi ruangan karena listrik padam seharian. Selain itu, supaya oma juga tidak kegelapan dalam kamar sendirian.
Gara-gara covid, bukan hanya manusia yang mengunci diri. Listrik pun ikut menutup diri. Ia juga sepertinya tak mau mengunjungi pelanggan setianya. Karenanya seharian kemarin kampung kami gelap tanpa cahaya benderang yang seperti biasanya, kecuali sinar lilin atau tioek. Setiap orang cuma bisa beraktivitas di dalam senyapnya malam yang gelap. Untung ada temaram cahaya bulan bundar di atas kepala yang membuat kami sekeluarga berkumpul bercerita menanti datangnya kantuk sebelum beristirahat.
Yang biasanya setiap hari aku bercengkerama mesra dengan laptop, kemarin dia tidak sama sekali. Dia tak kuacuhkan. Kubiarkan begitu saja tergeletak tak kuhiraukan tak tersentuh. Alat tulis tipis kecil yang sehari-harinya bertengger di atas pangkuanku mengetik, tak kulakukan. Karenanya tiada satupun tulisan kuhasilkan kemarin. Nihil. Ini akibat listrik yang mendiamkanku dengan mengunci diri.