Lihat ke Halaman Asli

Yola Widya

Freelancer

Ada Pelangi di Mataku

Diperbarui: 16 Januari 2024   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

"Katakan satu alasan agar aku tidak meninggalkanmu!"

Aku menatap matanya dalam-dalam, mengharapkan jawaban yang sesuai keluar dari bibirnya. Tapi matanya menatapku gugup. Seperti biasanya ... seperti menyimpan rahasia .... Rahasia yang jadi duri selama ini. Dan aku benci padanya ....

***

Berkali-kali aku mencoba mengabaikan telepon dari Badra, tapi rasa penasaran menggigit semakin keras. Apa gerangan yang membuat Badra begitu bersikukuh menghubungiku? Apakah dia diminta Aswin untuk meneror setelah berjuta dering telepon darinya kuabaikan? Hanya alasan ini yang masuk akal buatku. Setelah satu bulan aku mengabaikan Aswin, berpura-pura ia tak pernah ada dalam hati ini. Padahal rindu ini semakin membesar, mengakar hingga tak bisa diukur oleh nalar. Aku tahu, kenangan dalam masa 6 tahun takkan mungkin tenggelam begitu saja. Akan sangat sulit bagiku untuk melupakan Aswin. Walaupun penasaran, aku yakin keputusan untuk mengabaikan telepon dari Badra sangatlah tepat.

Tapi ternyata tidak untuk Badra. Rupanya ia memutuskan untuk melakukan hal ekstrem setelah cukup bersabar menerima pengabaian dariku. Badra tiba-tiba menghadangku di sebuah pagi yang sangat dingin. Jaketnya menutupi leher, sekilas kulihat uap di setiap helaan napasnya. Napas Badra terengah-engah. Aku yakin dia telah berusaha keras untuk dapat menemuiku.

"Lin, kumohon, jangan menghindariku terus ...." Tangan Badra menarik lenganku, "Please, ini penting ...."

Aku membuang muka. Bukan karena muak dengan sikapnya, tapi karena yakin dia diminta Aswin untuk melakukan hal ini. Akhirnya kuputuskan untuk menahan diri kabur darinya. Kutatap mata Badra lekat-lekat, "Jangan bilang kalau ini semua tentang Aswin ...."

Badra menunduk, "Sayangnya ini memang tentang Aswin," ucapnya perlahan. "Kamu harus menemuinya, Lin, harus ...."

Kutepis tangan Badra dengan kasar, "Menemuinya? Setelah semua rasa sakit yang dia buat kamu bilang harus menemuinya?"

"Maaf, Lin, aku tahu Aswin salah. Tapi kali ini kamu harus benar-benar menemuinya." Badra memohon-mohon, dan aku jadi muak padanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline