Lihat ke Halaman Asli

Yola Widya

Freelancer

Divonis Buta, Tutus Setiawan Bangkit Menjadi Inspirasi Para Tunanetra

Diperbarui: 24 Oktober 2023   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SATU Indonesia

Tak terbayang bagaimana rasanya hidup selamanya dalam kegelapan. Beberapa menit tanpa cahaya lampu di malam hari saja rasanya sudah menyesakkan buat saya. Bagi mereka yang tak dapat melihat dari lahir mungkin tidak terlalu terpengaruh. Namun bagaimana dengan orang yang mengalami kebutaan karena penyakit atau kecelakaan? Mereka pasti harus melalui sesi kehidupan yang sangat gelap akibat kehilangan penglihatan. Mereka pasti sempat terpuruk karena tiba-tiba tak dapat melihat cahaya lagi. Keterpurukan itu hanya dapat dihalau oleh motivasi yang timbul dari dirinya sendiri. Seperti halnya Tutus Setiawan yang bangkit memotivasi dirinya sendiri agar tak kalah oleh keadaan.

Sosok tuna netra selalu menjadi hal yang menarik bagi saya. Dari kecil saya selalu diam-diam memperhatikan mereka. Sewaktu masih SD saya sering memperhatikan seorang bapak yang kebetulan tunanetra. Dia selalu dibantu menyeberang oleh orang-orang yang kebetulan pergi searah dengannya. Dan saya suka sekali mengikutinya dari belakang. Dari mulai menyeberang hingga memperhatikan setiap langkahnya di trotoar. Kebetulan saya juga pergi searah dengannya. Saya sering kagum melihat kelihaiannya meraba menggunakan tongkat. Bapak itu menghindari lubang di trotoar, berjalan pelan ketika jalannya tidak rata, hingga turun hati-hati ketika trotoarnya habis. Saya sangat kagum, bagaimana bisa bapak itu berjalan hanya dengan menggunakan insting dan tongkatnya? Padahal matanya buta.

Pernah suatu hari saya melihat tak ada yang menolongnya menyeberang jalan. Orang-orang mungkin terlalu sibuk pada hari itu sehingga sedikit mengabaikan bapak itu. Kemudian saya mengambil inisiatif untuk menolongnya. Saya sangat terkejut mendengar ucapannya begitu saya selesai mengajukan diri untuk menyeberangkannya. "Loh, mau nyebrang yah, Neng? Sini bapak bantu ...." Bapak itu meraih tangan kanan saya begitu saja. Saya hanya bisa bengong, dan membiarkan dia menuntun saya perlahan untuk menyeberang. Baru juga beberapa langkah kami berjalan, tiba-tiba ada seseorang berlari ke arah kami. Dia meraih tangan kiri saya dan mulai menyeberangkan kami. Saya yang tadinya sempat tegang jadi lega karena ternyata ada yang berniat menolong.

Dari sepenggal kenangan di masa kecil itu saya jadi mengerti maksud dari Tutus Setiawan tentang kemandirian tunanetra. Tentang bagaimana mereka yang tak ingin jadi beban bagi orang lain. Dan sebisa mungkin melakukan segala sesuatu sendiri layaknya orang yang berpenglihatan normal. Para tunanetra seringkali diperlakukan layaknya kaum minoritas. Karena keterbatasan, mereka dianggap hanya mampu bekerja di bidang tertentu saja, seperti guru dan tukang pijat. Mereka juga kesulitan untuk sekolah reguler. Padahal Tutus yakin, apabila diberi kesempatan, para tunanetra dapat mengikuti pelajaran di sekolah reguler. Seperti juga dirinya yang bersekolah di SMA Bhayangkari 2 Surabaya. Tutus merasa tercambuk untuk giat belajar begitu diberi syarat harus mampu mengikuti pelajaran di 4 bulan pertama. Ia berhasil lulus SMA dan melanjutkan kuliah di Unesa. Hebatnya lagi, Tutus mendapat beasiswa di bangku kuliah.

Sempat Terpuruk, Tutus Setiawan Bangkit Menjadi Inspirasi

Awalnya Tutus lahir normal seperti layaknya anak-anak lain. Pria kelahiran 16 September 1980 ini mengalami kecelakaan sewaktu kecil. Tutus terjatuh dan kepalanya membentur tembok sekolahnya. Ia sempat melakukan berbagai pengobatan hingga akhirnya dioperasi mata. Setelah operasi, mata Tutus sempat membaik. Namun, lambat laun penglihatannya mulai menghilang hingga akhirnya buta total. Tutus kecil sangat sedih dan kecewa, ia terpuruk dalam keputusasaan. Orangtuanya juga sangat sedih. Hingga akhirnya ibunya berinisiatif untuk menyekolahkan Tutus di SDLB YPAC agar semangatnya bangkit kembali.

Usaha orangtuanya berhasil, semangat Tutus kecil bangkit kembali. Ia belajar dengan giat mengejar segala ketertinggalan. Walaupun sempat tertinggal setahun, Tutus berhasil lulus dari SDLB YPAC. Pengalaman sulitnya mendapat kesempatan untuk sekolah reguler membuka mata Tutus. Lulus dari SMA reguler dan menyelesaikan kuliahnya, Tutus makin terbuka kesadarannya setelah berbaur di tengah masyarakat. Sangat tidak mudah baginya untuk bergaul dengan mereka. Perlakuan orang-orang akibat keterbatasannya seringkali membuat patah semangat. Semua ini berangkat dari perasaan Tutus dan para tunanera lainnya yang merasa disepelekan karena tak dapat melihat. Sebenarnya tidak semua orang menyepelekan mereka karena buta. Seperti saya misalnya, dan sebagian lainnya yang tidak dapat mengungkapkan rasa simpati dengan cara yang tepat. Bahkan saya seringkali terkagum-kagum melihat kepercayaan diri serta kemandirian mereka. Juga sangat kagum dengan para tunanetra yang berprestasi.

Lembaga Pemberdayaan Tunanetra

Lembaga Pemberdayaan Tunanetra yang didirikannya mendapat sambutan yang baik. Perlahan tapi pasti, anggotanya pun bertambah. Para anggota bebas datang kapan saja untuk belajar dan mendapatkan pelatihan. Di LPT para anggotanya mendapat pelatihan kemandirian di kehidupan sehari-hari, pelatihan komputer untuk meningkatkan ilmu teknologi, pelatihan kepercayaan diri untuk berbaur di masyarakat, dan pelatihan lainnya. Semua kegiatan tersebut bertujuan agar mereka tidak bergantung pada orang lain. Fasilitas komputer dan perpustakaan yang dilengkapi dengan audio book semakin mengasah keterampilan mereka. Hal ini dibuktikan oleh salah satu anggota LPT, Alfian, siswa SMAN 8 Surabaya yang menggondol juara II ajang global IT Challenge di Jakarta.

Melalui LPT ini Tutus membantu para tunanetra untuk tampil penuh percaya diri dan mandiri di masyarakat. Tutus juga bekerja dengan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan survey mengenai berbagai faslitas publik yang ramah bagi tuna netra. Berkat LPT ini pula Tutus dapat mengupayakan para tunanetra mendapat pendidikan di sekolah reguler. Secara keseluruhan, ada beberapa kelebihan yang dimiliki LPT yang dikelola oleh Tutus Setiawan ini, antara lain:

  • Kegiatannya lebih variatif, seperti pelatihan MC, komputer, talkshow di berbagai radio dan televisi, pelatihan jurnalistik, operator telepon, hingga membagikan brosur edukasi tentang tunanetra
  • Berbagai pelatihannya diberikan secara gratis
  • LPT juga seringkali memfasilitasi tunanetra binaannya dengan memberikan uang transportasi serta konsumsi
  • Anggota LPT punya kepercayaan diri tinggi, lebih terbuka serta pemikirannya tajam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline