Lihat ke Halaman Asli

Yolan Permana

Mahasiswa Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Manajemen Dinamis: Kunci Bertahan di Era Perubahan Digital

Diperbarui: 8 September 2024   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi. (Sumber: Freepik.com)

Manajemen Dinamis: Kunci Bertahan di Era Perubahan Digital

Di era digital saat ini, manajemen proses bisnis (BPM) telah menjadi faktor kunci yang menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi. Sebagai pengamat teknologi, saya melihat bahwa BPM tidak lagi dapat dipandang sebagai serangkaian langkah statis yang mengatur alur kerja organisasi. Thomas Grisold, Christian Janiesch, Maximilian Rgligner, dan Moe Thandar Wynn dalam artikelnya "Managing Dynamics in and Around Business Processes" (2024), menjelaskan bahwa dinamika dalam proses bisnis menjadi semakin penting di tengah perubahan digital yang cepat dan tidak terduga. Berdasarkan penelitian mereka, hingga 2024, lebih dari 70% perusahaan global melaporkan adanya gangguan besar dalam operasional mereka akibat perubahan digital yang dinamis (Eggers et al., 2021).

Namun, meskipun dinamika proses bisnis sudah diakui secara luas, banyak perusahaan masih gagal dalam mengelola perubahan ini secara efektif. Pada 2022, sebuah survei global menunjukkan bahwa hanya 28% perusahaan yang berhasil mengimplementasikan BPM berbasis data yang memungkinkan fleksibilitas dan adaptasi terhadap perubahan cepat. Fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pemahaman tentang pentingnya BPM dinamis dan kemampuan perusahaan untuk menerapkannya. Untuk itu, pendekatan fleksibel terhadap BPM menjadi semakin penting. Fleksibilitas ini tidak hanya mencakup perubahan internal, tetapi juga merespons gangguan eksternal yang seringkali tidak terduga, seperti pandemi, pergeseran pasar, dan perkembangan teknologi baru.

Dengan memahami pentingnya BPM yang dinamis, organisasi dapat mempersiapkan diri menghadapi ketidakpastian di masa depan, memastikan kelangsungan operasional yang lebih baik, dan pada akhirnya, meningkatkan daya saing mereka di pasar global yang terus berkembang.

***

Penelitian yang dilakukan oleh Grisold et al. (2024) memberikan pandangan yang lebih mendalam tentang bagaimana organisasi dapat mengelola dinamika proses bisnis di tengah lingkungan yang semakin kompleks dan tidak terduga. Mereka menyarankan empat pendekatan untuk mengelola dinamika ini, yang mencakup kombinasi antara pengelolaan operasional dan kontekstual serta prediksi masa depan yang tertutup dan terbuka. Pendekatan pertama berfokus pada pengendalian proses operasional dengan asumsi bahwa masa depan dapat diprediksi. Pendekatan ini mencakup metode analitis dan pengukuran kinerja yang memungkinkan organisasi untuk terus memantau dan meningkatkan efisiensi proses mereka berdasarkan data historis.

Namun, Grisold et al. juga menekankan bahwa tidak semua dinamika dapat diprediksi dengan baik. Pendekatan kedua, yang mereka jelaskan sebagai "open-ended operational," menyoroti bahwa di dunia yang serba tidak pasti, organisasi harus merancang proses yang lebih fleksibel, memungkinkan improvisasi dan penyesuaian ad-hoc oleh para peserta proses. Sebagai contoh, pandemi COVID-19 memperlihatkan betapa pentingnya fleksibilitas ini, di mana banyak perusahaan harus beralih dari sistem kerja tradisional ke digital secara mendadak. Sebuah studi pada 2020 menunjukkan bahwa lebih dari 50% perusahaan di seluruh dunia menerapkan perubahan mendadak dalam operasional mereka untuk menanggapi pandemi (Bennett & Lemoine, 2020).

Selain itu, dua pendekatan lainnya yang berfokus pada pengelolaan konteks di sekitar proses bisnis menunjukkan pentingnya mempertimbangkan faktor eksternal dalam perencanaan proses. Misalnya, pendekatan ketiga mendukung penggunaan studi panel ahli untuk memproyeksikan tren masa depan, sementara pendekatan keempat mendorong eksplorasi tren dan skenario jangka panjang yang membantu organisasi menavigasi ketidakpastian masa depan. Dalam survei yang dilakukan pada 2021, 68% eksekutif perusahaan besar mengakui bahwa mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana perubahan teknologi dapat mempengaruhi proses bisnis mereka di masa depan (Grover & Lyytinen, 2023).

Secara keseluruhan, keempat pendekatan ini menunjukkan bahwa untuk dapat bertahan dalam dunia yang penuh dengan perubahan, organisasi harus lebih responsif dan proaktif dalam mengelola proses bisnis. Alih-alih bersikap reaktif, mereka harus mengembangkan kemampuan untuk meramalkan dinamika yang mungkin terjadi, baik secara operasional maupun kontekstual, serta merancang proses yang memungkinkan perubahan tersebut dikelola dengan lebih baik. Pada akhirnya, ini bukan hanya tentang mengendalikan dinamika, tetapi juga tentang beradaptasi dengan dan memanfaatkan dinamika sebagai peluang.

***

Kesimpulan yang dapat ditarik dari artikel Grisold et al. (2024) adalah bahwa manajemen dinamika dalam proses bisnis bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan strategis bagi organisasi modern. Dalam menghadapi perubahan yang tidak terduga dan lingkungan yang semakin kompleks, pendekatan yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan menjadi kunci untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Data menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan pasar memiliki peluang 33% lebih tinggi untuk bertahan dalam lima tahun ke depan dibandingkan dengan perusahaan yang gagal beradaptasi (Rinne, 2021).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline