Lihat ke Halaman Asli

Analisis Transisi Energi PT Pertamina : Strategi Menuju Keberlanjutan Melalui Bio Nabati dan Energi Terbarukan

Diperbarui: 28 Desember 2024   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan energi milik negara Indonesia yang bergerak di bidang minyak, gas, dan energi terbarukan. Didirikan pada tahun 1957, Pertamina memiliki peran strategis dalam memastikan ketahanan energi nasional. Pertamina mengoperasikan kilang minyak terbesar di Indonesia, jaringan distribusi luas, dan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Perusahaan juga mendukung target pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.

Kegiatan utama dari PT Pertamina (Persero) adalah Eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Pengolahan, distribusi, dan pemasaran BBM, gas, pelumas, dan produk petrokimia. Dan energi terbarukan, seperti pengembangan biofuel, panas bumi (geothermal), hidrogen, dan energi berbasis nabati.

Pertamina menghadapi tantangan besar dalam transisi ke energi terbarukan, terutama dalam hal biaya, kapasitas produksi, dan edukasi masyarakat. Namun, dengan inovasi teknologi, dukungan pemerintah, dan kesadaran masyarakat yang terus meningkat, Pertamina memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin di sektor energi terbarukan, baik secara domestik maupun global.

1. Alasan Bahan Bakar Diubah ke Bio Nabati

Pengurangan Emisi Karbon : Biofuel berbasis nabati memiliki emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan BBM fosil, mendukung komitmen Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi (29% pada 2030 dan net zero emission pada 2060).

Kemandirian Energi : Mengurangi ketergantungan pada impor BBM fosil, membantu menekan defisit migas dan memperkuat cadangan devisa negara.

Permintaan Pasar Global : Pasar global menunjukkan peningkatan permintaan pada produk energi terbarukan yang ramah lingkungan.

2. Efek Substitusi dan Elastisitas Harga

Efek substitusi ini mempunyai efek positif, yaitu jika biofuel tersedia dengan harga yang kompetitif, konsumen akan lebih memilih bahan bakar nabati karena kesadaran lingkungan yang lebih tinggi.

Dilihat dari elastisitas BBM Fosil cenderung inelastis, artinya perubahan harga tidak secara signifikan mengurangi permintaan karena BBM adalah kebutuhan primer. Sedangkan, dilihat dari elastitas biofuel memiliki elastisitas yang lebih tinggi, artinya permintaan sangat dipengaruhi oleh harga. Jika harga biofuel lebih murah atau setara dengan BBM fosil, permintaan akan meningkat drastis.

3.  Penawaran dan Biaya Produksi BBM Fosil vs Biofuel

Dalam skala besar, biofuel memiliki potensi lebih kompetitif dibanding BBM fosil karena biaya bahan baku lokal yang lebih rendah dan kemandirian dari impor. Jika efisiensi produksi terus meningkat, biofuel dapat menjadi alternatif yang lebih murah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline