1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Dalam hal ini bukan lagi hal yang awam bagi kita, utamanya bagi anak hukum, hak ini sudah sangat jelas bawasanya undang undang adalah hukum dari sumber hukum, sehingga semua orang harus taat dan patuh padanya. Sehingga apapun yang mendasarinya adalah faktor utama hukum tersebut.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Salah satu contohnya polisi dimana ia memberikan ataupun menerapkan hukum utamanya ia adalah seorang yang memberikan contoh kepada masyarakat.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Dalam hal ini sebagi contoh yaitu seprti adanya pemasangan CCTV di daerah daerah tertentu, terutama daerah daerah yang rawan, seperti di persimpangan jalan raya, hal ini diberikan untuk mengantisipasinya adanya tabrak lari, hal ini juga sudah menjadi salah satu fasilitas yang diberikan oleh penegak hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Hal ini sudah tidak lagi asing bagi masayarakat dimana hukum itu muncul maka hukum tersebut sudah pasti berasal dari kebiasaan masyarakat.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Untuk mendapatkan sesbuah contoh sudah pasti da suatu hal yang melatarbelakangi nya, nah dari contoh yang akan kita ambil hal yang melatarbelakangi nya yaitu suatu cara pandang dalam sebuah ilmu dann dan akan berketerusan digunakan untuk memahami agama.
Menurut jalaluddin rekhmat berpendapat bahwa agama itu sendiri dapat dikaji dengan menggunakan banyak paradigma realitas agama yang dapat digunakan sebagai suatu nilai kebenaran. Sehingga tidak ada persoalan mengenai penelitian agama, ilmu sosial, legalitas, dan penelitian filosofis.
Dengan metode ini semua orang dapat mencapai agama. Dari sini sudah dapat kita ketahui bawasanya bukan serta merta menegenau teolog ataupun normalis, melainkan agama yang dapat dipahami semua orang. Nah bukan hanya itu saja, ini juga merupakan fitrahnya.
Jika menggunakan pendekatan ini tentu akan menghasilkan yang berbeda, tapi tentu saja tidak akan dipermasalahkan selama masih sesuai dengan standar ilmiah yang dipertanggungjawabkan dan dikritisi secara empiris. Nah dalam hal ini juga secara tidak langsung menganut sistem piramid seperti halnya yang didasarkan oleh salah atau pengen uka yaitu satjipto Rahardjo yang menganut sisaten positivme hukum menurut hati nurani yang mengendalikan perilaku.
Hal ini juga disebut sebagai pembangkangan norma oleh para positivme hukum yang menuntut sebuah kesetiaan dari sebuah perilaku tertulis.
Bagi pengemuka ini sendiri, hati nurani harus banyak berbicara alih alih taat pada hukum positif. Nah berkaitan dengan perilaku yang mengantasi sebuah perkara dalam penegak hukum. Hakim selalu pemegang kekuasaan permu menentukan hukum dan tidak mutlak baginya menjadi condong ke UU.