Lihat ke Halaman Asli

yolaagne

Mahasiswa Jurnalistik

Jurnalisme Kepiting Kompas

Diperbarui: 28 Juni 2020   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.id

28 Juni 2020 harian Kompas merayakan 55 tahun usianya. Surat kabar Kompas lahir ditengah huru-hara politik pada 1965, sempat dibredel, dan kini menduduki ranking 5 surat kabar dunia.

Nama kompas diberikan oleh Soeharto, yang sebelumnya Frans Seda mengusulkan nama Bentara Rakyat dan ditolak. "Aku akan memberi nama yang lebih bagus, Kompas! Tahu toh apa itu kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba!" Akhirnya Kompas terbit perdana dengan motonya: Amanat Hati Nurani Rakyat.

 Akibat pemberitaan aksi mahasiswa yang menolak pencalonan kembali Presiden Soeharto, Kompas dibredel penguasa. Penguasa memberikan syarat jika ingin kembali terbit: yaitu menandatangani surat perjanjian, yang isinya Kompas tidak akan memuat tulisan yang menyinggung penguasa.

Menanggapi tawaran itu, dua pendiri kompas berdiskusi serius. PK Ojong menolak "Jangan minta maaf! Mati hari ini, nanti, atau tahun depan sama saja!,"

Berbeda pandangan, Jakob Oetama memilih untuk meminta maaf agar Kompas tetap bisa terbit. "Mayat hanya bisa dikenang, tetapi tidak mungkin diajak berjuang. Perjuangan masih panjang dan membutuhkan sarana, diantaranya melalui media massa,"

Diskusi berakhir dengan penandatanganan surat perjanjian oleh Jakob Oetama bersama pimpinan redaksi. Kepada PK Ojong, Jakob Oetama berkata: "Tanda tangan ini basa-basi saja, tidak akan berlaku seumur hidup,"

Dalam relasinya dengan orde baru, Kompas mempraktikkan gaya jurnalisme kepiting. Istilah ini pertama kali disebut oleh wartawan senior sekaligus pimpinan redaksi Pedoman, Rosihan Anwar.

Jurnalisme kepiting adalah sindiran untuk gaya pemberitaan Kompas yang tidak berani langsung mengkritik pemerintah. Digambarkan seperti orang yang hendak turun ke sungai tetapi terlebih dahulu meraba-raba dasar sungai. Jika ada kepiting akan mundur perlahan. Namun, jika aman akan langsung maju.

Sebagaimana dicatat Sabam Leo Batubara dalam "Menganalisis Pergulatan Jakob Oetama di Dunia Pers" (2001) , "Kompas  memang memilih "Meramu kontrol sosialnya dengan bahasa eufimisme demi eksistensi". (Remotivi 2015)

Jakob Oetama---seorang pendiri Kompas bersama PK Ojong---pada awalnya tidak terlalu senang dengan sinisme Rosihan tersebut. Namun mereka tidak bisa mengelak jika melihat kembali berita-berita yang diterbitkan Kompas yang tidak terlalu berani mengkritik langsung pemerintah.

Sindiran itu kini diterima dengan mengartikan jurnalisme kepiting adalah melawan dengan santun, mengkritik secara sopan, teguh dalam persoalan tetapi caranya lentur dan rendah hati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline