Lihat ke Halaman Asli

yolaagne

Mahasiswa Jurnalistik

Jalan Setapak Feminisme

Diperbarui: 31 Januari 2020   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahasiswa Jurnalistik IAIN Ambon. Afika Windasari (kiri), Udin (tengah), Aditya B. Hehanusa (kanan)--dokpri

Untuk pertama kalinya feminisme dicetuskan oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Dan menjadi nama yang paten pada gerakan perbaikan kondisi perempuan diseluruh dunia. Feminisme lahir di Eropa dan berkembang di Amerika ditandai dengan lahirnya serangkaian buku-buku feminisme oleh John Stuart Mill dengan karyanya "The Subjection of Women" pada tahun 1869 yang membela hak pilih perempuan, hak terhadap anak-anak mereka, kesamaan menikah di hadapan hukum, dan mengontrol kekayaan mereka setelah menikah.

Lahir dari ketidakadilan dan kesetaraan terhadap perempuan yang juga hingga kini masih diperjuangkan. Feminisme masih hadir menyuarakan kesetaraan gender dan menepis anggapan perempuan lemah dalam berbagai aspek kehidupan. Marry Wallstonecraff dalam bukunya "The Right of Woman" pada tahun 1972 mengartikan Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi wanita, gerakan dengan lantang menyuarakan tentang perbaikan kedudukan wanita dan menolak perbedaan derajat antara laki-laki dan wanita.

Masih tingginya angka pelecehan seksual terhadap perempuan, pernikahan dibawah umur, dan upah lebih rendah dari laki-laki dengan jabatan yang sama, alasannya perempuan tidak terlalu memerlukan upah tinggi. Masih langgeng berjalan membuat banyak ketimpangan dalam hak-hak yang harusnya diterima perempuan.

Setiap harinya, sekitar 40.000 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun, 36% darinya bahkan belum berumur 15 tahun. Badan Pusat Statistik melaporkan pada 2016, sekitar 26,16% perempuan yang melahirkan anak pertama mereka berada pada usia di bawah 20 tahun. Dengan kata lain, lebih dari seperempat perempuan usia subur di Indonesia, melahirkan pada usia di bawah 20 tahun. (Kompas 24 April 2018).

Pernikahan dini merampas masa kecil dan juga pendidikan anak dan mengubahnya dengan kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang istri. Tingginya perkawinan anak di Indonesia mencerminkan masih lestarinya  ketidaksetaraan gender. Indonesia memiliki Indeks Ketidaksetaraan Gender atau Gender Inequality Index (GII) pada 2015 sebesar 0,467 .

Nilai GII adalah kisaran antara 0 sampai 1, 0 berarti ketidaksetaraan 0%, dan 1 artinya ketidaksetaraan 100%. (Kompas 24 April 2018). Selain itu, pengantin di bawah umur mempunyai lebih banyak masalah kesehatan dan angka kematian ibu yang tinggi. frekuensi pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga juga lebih besar dibandingkan dengan perkawinan antara orang dewasa

Diskriminasi terhadap perempuan dan menganggap perempuan lemah masih menjadi budaya. Alasannya klasik, ranah perempuan dianggap masih terlalu domestik. feminisme hadir untuk bagaimana perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam proses mengembangkan diri, dari segi ekonomi,sosial,politik dan pendidikan. Dan anggapan bahwa feminisme mengajarkan untuk membenci pria adalah salah. Karena feminisme bukan ideologi untuk membenci kaum pria melainkan memperjuangkan hak perempuan agar setara dengan pria.

Laki-laki seringkali menolak adanya feminisme karena ideologi ini memberikan kebebasan perempuan untuk bisa protes, berpikir, berpakaian, dan bertindak sendiri tanpa harus mendapatkan validasi dari laki-laki. Padahal feminisme diciptakan hanya untuk memperbaiki ketidakseimbangan gender yang sudah menjadi budaya, membuat perempuan tidak dianggap manusia seutuhnya dan tidak memperoleh hak yang sama. Ideologi feminisme dibuat untuk memperjuangkan perempuan yang ingin menjadi lebih baik dari ketidakadilan yang ada.

Sebenarnya tidak ada yang salah dari feminisme sejauh perjuangan agar perempuan bangkit dari kondisi terbatasnya dan memiliki hak yang semestinya mereka dapatkan dan sesuai kadarnya. Tujuan feminisme adalah kemajuan dan keadilan untuk kehidupan perempuan, siapapun dan di manapun mereka berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline