Lihat ke Halaman Asli

Yokebet Mega

Guru dan pembelajar

Hidup dengan Endometriosis, Kista, Miom, dan Adenomiosis

Diperbarui: 24 Oktober 2017   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Aku menjalani operasi histerektomi (angkat rahim) 16 Juni 2017. Sebagai perempuan single, bukanlah hal mudah memutuskan untuk operasi angkat rahim. Beberapa minggu setelah operasi, aku menulis pengalamanku di media sosial, membaca reaksi teman-teman memotivasiku untuk berbagi dengan lebih banyak orang.

Pada awalnya aku merasa nyeri haid yang aku rasakan adalah sesuatu yang normal seperti yang dialami teman-teman yang lain. Ketika mulai bekerja, nyeri haid, haid berat dan kram perut semakin mengganggu, bahkan hampir setiap bulan ijin tidak masuk kerja. Akhirnya kuberanikan diri periksa ke dokter kandungan di Jogja tahun 2007. 

Betapa deg-degan rasanya waktu pertama kali ke dokter kandungan, duduk di ruang tunggu dengan banyak ibu hamil menimbulkan perasaan tidak nyaman. Dari hasil pemeriksaan ditemukan kista ovarium dan miom. Saat itu aku merasa takut dan kuatir, ingin rasanya curhat dengan almarhumah mama, yang dulu pernah mengalami kondisi yang hampir sama. 

Bersyukur, kakak-kakak dan teman-teman mendukung dan selalu jadi pendengar setia. Menurut dokter, masih bisa diobati dengan terapi. Aku pun menjalani terapi hormon selama hampir setahun. Tujuan terapi hormon adalah menekan produksi hormon sehingga diharapkan kista dan miom tidak bertambah besar. Setelah berbulan-bulan minum obat dan kontrol ke dokter secara berkala, kista dan miom mengecil dan akhirnya hilang. Lega sekali rasanya.

Sekitar tahun 2013 saat aku bekerja di Surabaya, gejala-gejala gangguan haid kembali terasa, sakitnya semakin hebat dan tidak tertahankan. Setelah bercerita dengan kakak perempuanku, dan atas sarannya aku kembali memeriksakan diri ke dokter. Ternyata kista dan miom tumbuh lagi, bahkan kali ini kista tumbuh di kedua ovarium. 

Dokter melakukan observasi dan melihat apakah kista dan miom bertambah besar atau tidak. Sejak saat itu pain killer atau obat penahan sakit menjadi teman setia, karena tanpa minum obat aku tidak bisa bekerja. Pekerjaanku sebagai guru membutuhkan energi besar ketika di kelas, apalagi sebagian besar muridku anak-anak. Beberapa kali sakitnya tidak tertahankan sampai harus ke Unit Gawat Darurat.

Setelah beberapa bulan kondisiku tidak membaik, akhirnya dokter menyarankan untuk operasi laparoskopi untuk mengambil kista dan miom. Menurut dokter kista yang tumbuh di kedua ovariumku adalah kista endometriosis, jadi ada kemungkinan jaringan endometriosis tumbuh juga di dalam rongga perut, dengan laparoskopi jaringan tersebut bisa dibersihkan. Dokterku saat itu mengatakan kemampuan bedah laparoskopi ginekologi hanya dimiliki oleh beberapa dokter di Indonesia.

Dekat dengan keluarga menjadi sesuatu yang penting saat itu, setelah minta ijin ke atasan aku pun pulang ke Jogja. Aku mengunjungi beberapa dokter kandungan di Jogja untuk meminta pendapat mereka tentang kondisiku. Dari pemeriksaan demi pemeriksaan, ada satu kondisi lagi yang ternyata aku alami, namanya adenomiosis.  Kembali aku galau, nggak tahu harus berbuat apa, operasi pasti biayanya mahal,operasi laparoskopi itu apa, resikonya seperti apa dan begitu banyak pertanyaan yang terlintas.

Pencarian dimulai, aku googling dan bertanya ke teman-teman apa itu endometriosis, kista, miom, adenomiosis dan operasi laparoskopi, demi mengetahui apa yang terjadi dalam tubuhku. Dari berbagai sumber aku menyederhanakan istilah-istilah kedokteran di atas sebagai berikut:

  • Endometriosis: Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim, misalnya di ovarium, usus halus, usus besar, bahkan bisa tumbuh juga di paru-paru.
  • Kista Ovarium: Kantung yang biasanya berisi cairan yang berkembang dalam indung telur/ovarium, kebanyakan jinak. Salah satu contohnya kista endometriosis. Ukuran kista tidak selalu berkaitan langsung dengan tingkat rasa sakit yang diderita. Ukuran kista kecil, tapi sakitnya bisa jadi luar biasa, sebaliknya kistanya besar tapi mungkin tidak terasa sakit.
  • Mioma Uteri: Tumor jinak pada dinding rahim.
  • Adenomiosis: Kondisi dimana jaringan endometrium tumbuh di dalam lapisan tengah rahim (miometrium). Adenomiosis sering salah didiagnosis sebagai mioma uteri, karena dari hasil USG hampir sama. Bedanya adenomiosis bentuknya tidak beraturan dan batasnya tidak jelas seperti miom.
  • Laparoskopi adalah teknik bedah invasif minimal yang menggunakan alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut. Kamera mini digunakan, dokter melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya. Keuntungan teknik laparoskopi antara lain, kerusakan jaringan lebih ringan, nyeri pasca operasi lebih ringan, lama perawatan lebih singkat, resiko infeksi lebih kecil, sisi kosmetik lebih baik karena sayatan yang minimal, serta masa pemulihan yang lebih cepat.

Melihat kondisi saat itu akhirnya diputuskan untuk operasi laparoskopi di Jogja tahun 2014. Puji Tuhan, operasi berjalan lancar, masa pemulihan pun cepat. Satu minggu setelah operasi aku sudah naik motor, minggu ke dua aku sudah kembali ke Surabaya dan bekerja. Setelah operasi ada beberapa tahap terapi yang harus dijalani, injeksi hormon selama beberapa bulan yang mengakibatkan tubuh dalam kondisi menopause sementara. 

Kemudian terapi dilanjutkan dengan minum obat hormon. Sekali lagi aku bersyukur, biaya rumah sakit tercukupi dan harga obat injeksi yang mencapai 1 juta lebih pun bisa terbayar. Kalau dihitung secara logika, aku tidak punya uang sebanyak itu tapi hanya karena pertolongan Tuhan, semua dicukupkan. Dukungan keluarga dan teman-teman juga sangat membantu mempercepat pemulihanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline