Lihat ke Halaman Asli

Ketika Teman Dekat Menjadi Lawan Berat

Diperbarui: 14 Oktober 2019   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pekan ujian didepan mata. Setiap mahasiswa akan bersaing menunjukkan kehebatan mereka. Mereka harus berjuang sekuat tenaga mempelajari dan memahami materi perkuliahan agar tidak kalah dengan teman-teman yang lain. Rangkuman materi hingga handout siap setia menemani malam hari mahasiswa. Cafe, warkop, restouran, dan tempat nyaman untuk belajar penuh sesak oleh mahasiswa. Terlebih tempat yang strategis, didekat kampus misalnya. Aku pun tidak mau kalah dengan teman-teman ku. Aku memutuskan belajar disalah satu cafe bersama teman-teman. Meski aku lebih suka belajar sendirian, tetapi dengan belajar bersama teman-teman aku dapat mengoreksi apabila ada yang salah dari materi yang aku pahami.

Siang hari, ketika matahari tepat berada diatas kepala, aku dan teman-teman berkumpul di cafe. Cafe ini tak jauh dari tempat tinggal ku di Surabaya. Berada disamping toko obat kimia farma dan bersebelahan dengan deretan penjual makanan membuat cafe ini cukup terkenal. Cafe ini memiliki dua lantai dengan lantai pertama terdapat beberapa penjual makanan. Sedangkan lantai kedua adalah cafe yang bernama kedai 27. Siang hari membuat cafe ini tidak begitu ramai dan kami pun leluasa memilih meja yang bisa menampung banyak orang.

Aku memesan mie goreng dengan tambahan sosis karena sedari pagi aku belum makan sama sekali. Temanku yang lain memesan minuman. Ada yang memesan minuman coklat dan minuman rasa taro. Kami menunggu beberapa menit sampai pesanan kami diantarkan oleh pelayan. Di tengah-tengah menunggu, aku mendapati dua temanku membicarakan seseorang. Walaupun mereka menyembunyikannya dari ku, tetapi aku tetap mengetahui itu. Permasalahan pribadi dengan teman dekat  yang tidak akan usai apabila keduanya sama-sama menonjolkan egonya. Padahal dulu sangat dekat sampai orang lain mengira kedua orang itu tidak akan pisah. Namun, permasalahan kecil memisahkan keduanya.

Aku turut runyam memikirkan hal itu meski aku juga pernah mengalaminya. Ketika aku sudah tidak lagi dekat dengan orang yang dulu dekat dengan ku, seakan aku berusaha mencari kesalahan dan menjelekkannya. Aku sulit menjalani hari demi hari karena terus mencari celahnya. Akhirnya aku menyadari ternyata itu adalah suatu hal yang sia-sia. Kenapa aku harus pusing memikirkan orang lain sedangkan diriku saja sudah tidak baik. Lambat laun aku mulai tidak memikirkannya lagi dan sekarang aku terbebas dari permasalahan yang aku buat sendiri.

Mungkin, itu sudah menjadi hal yang wajar ketika baru saja rusak suatu keharmonisan. Namun, perlu disadari. Tidak ada manfaat terus mencari kesalahan ataupun menghina dari belakang orang yang dimusuhi. Mereka tidak akan mendengar ucapan itu. Malah diri sendiri yang akan merasa pusing dan gundah. Coba agar selalu berpikiran positif kalau dia tidak bersalah apapun dan diri ini sendiri yang melakukan kesalahan. Coba juga intropeksi dan mencoba berubah agar menjadi pribadi yang semakin baik dari kemarin. Karena orang beruntung adalah orang yang selalu lebih baik dari sebelumnya. Orang biasa adalah orang yang sama dengan sebelumnya. Dan orang rugi adalah orang yang semakin buruk dari sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline