Rabu kelabu di Bumi Minang. Sehari sebelum peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2009, 30 September tepat pukul 17.16 WIB, ranah Minang digoyang gempa bumi.
Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter itu terjadi di lepas pantai Sumatra Barat, sekira 50 kilometer barat laut Kota Padang.
Tapi rupanya, bumi belum berhenti terguncang. Esok paginya, 1 Oktober 2009, pukul 08.52 WIB, guncangan kembali terjadi dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.
Catatan kompas.com, pada 28 Oktober 2009, kerugian akibat gempa bumi itu mencapai Rp 4.815.477.418.268. dan jumlah korban tewas mencapai 1.195 jiwa.
Bumi Minang pun bercucuran air mata. Ratusan anak kehilangan orangtua. Pun tak sedikit orangtua yang mesti merelakan kepergian anak-anaknya untuk selamanya.
Check-in di tengah gempa
Kamis malam, 1 Oktober 2009, saat sedang leyeh-leyeh di kos-kosan, Nokia-ku bernyanyi. Di ujung sana, suara Bosku.
"Kamu siap-siap pergi ke Padang. Liputan gempa," ucap Bosku datar.
"Ok, Bos!" jawabku sekenanya.
Setelah panggilan ditutup, pikiranku baru menerawang ke Padang yang luluh lantah akibat gempa. Ada khawatir di benak.
Tapi, karena sudah menjawab "Ok", mau tak mau, aku mesti berangkat ke Padang.