Dalam wawancara dengan BBC, Yuval Noah Harari menyebut pandemi Covid-19 membawa dampak lebih serius dibanding krisis politik. Sejarawan dan penulis best seller asal Israel ini menyebut pertarungan pandemi Covid-19 terjadi pada dua lingkup, yaitu level domestik dan internasional.
Di level domestik ada dua pendekatan, yaitu penanganan totaliter secara terpusat dan model solidaritas serta pemberdayaan masyarakat. Sementara di level internasional ada dua model saling beradu, yaitu isolasi nasionalistik dan solidaritas internasional.
Tarik ulur antar skenario itu terjadi di seluruh dunia. Ada negara yang mengutamakan kepentingan nasional sembari bersikap agresif terhadap negara lain, tapi ada juga yang mengutamakan komunikasi dan kerja sama antar negara.
Di level domestik, ada yang mengandalkan represi negara untuk menekan sebaran virus, tapi ada juga yang mengutamakan kesadaran dan partisipasi semua lapisan untuk menangkal pandemi. Bagaimana gambaran situasi global, dan seperti apa posisi Indonesia?
1. Puncak Perang Dagang
Banyak pakar sependapat, perseteruan Amerika dan Tiongkok yang telah diawali perang dagang dalam beberapa tahun terakhir akan mencapai puncak di tengah pandemi ini. Beberapa saat terakhir, Donald Trump gencar menyebut bahwa Tiongkok bertanggung jawab sebagai penyebab pandemi.
Sebaliknya, Tiongkok melempar wacana bahwa virus Covid-19 dibawa oleh tentara Amerika yang Oktober 2019 lalu mengikuti olimpiade militer di Wuhan. Di luar manuver yang saling menyalahkan, kedua negara juga sangat berbeda dalam menangani pandemi.
Di dalam negeri, Tiongkok menerapkan kontrol negara yang sangat ketat dengan menutup paksa kota Wuhan serta belasan kota lain sejak awal deteksi kasus Covid-19. Adapun Amerika lebih mengandalkan social restriction atau pembatasan sosial yang tak seketat Tiongkok.
Di level internasional, kebijakan keduanya juga berbeda. Donald Trump menerapkan langkah America First, dengan mendominasi jalur distribusi global. Sebaliknya, Tiongkok yang sudah melewati masa terburuk pandemi mulai berkomunikasi dengan negara-negara lain sembari mengirim misi bantuan.
Dan ternyata, perang manuver dan saling sikut juga terjadi di negara-negara Eropa. Serbia menyebut persaudaraan yang selalu dikampanyekan Uni Eropa hanya omong kosong. Belanda dan Jerman ramai-ramai disudutkan karena menolak penangguhan utang untuk negara-negara anggota. Banyak pengamat makin khawatir dengan masa depan Uni Eropa, apalagi setelah preseden Brexit yang memilih keluar dari persatuan negara eropa itu.
2. Pergeseran Kompetisi Menjadi Kolaborasi