Lihat ke Halaman Asli

Yoga Mahardhika

Akademisi, Budayawan & Pengamat Sosial

Menelisik Empat Golongan Penolak Omnibus Law Ciptaker

Diperbarui: 12 Maret 2020   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: shutterstock via kompas.com

Hari ini (09/03/2020), ajakan menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja (OL Ciptaker) kembali berseliweran di media sosial. Sekelompok orang dengan tagar #GejayanMemanggil kembali turun jalan, menolak Rancangan Undang-undang (RUU) yang tengah digodok pemerintah bersama DPR. 

Beragam informasi dan fakta OL Ciptaker di media mainstream maupun media sosial tak lagi dihiraukan. Pertanyaannya, kenapa para pemrotes begitu semangat menolak OL Ciptaker? Tulisan ini akan menelisik kelompok-kelompok penolak tersebut.

1. Gagal Paham Materi Omnibus Law

Ketentuan hak buruh yang kerap disalahpahami, yaitu bahwa OL Ciptaker akan menurunkan penghasilan para pekerja. Padahal pemerintah maupun DPR sudah satu suara, bahwa OL CIptaker tak akan mengurangi besaran upah buruh. 

Artinya, buruh di Jakarta yang saat ini digaji sesuai UMP Rp4.27 juta, gajinya tak akan dipotong setelah pelaksanaan OL Ciptaker. Begitu juga soal pesangon yang digembar-gemborkan akan dihapus. Faktanya, OL Ciptaker tetap mengatur Kompensasi Kehilangan Kerja, bahkan di tambah Jaminan Kehilangan kerja.

Artinya, pekerja yang mengalami PHK tidak hanya mendapat kompensasi uang tunai, tapi juga difasilitasi peningkatan kapasitas dan didampingi untuk mendapat pekerjaan baru yang lebih sesuai. 

Yang tak kalah kacau, para penolak OL CIptaker menuding hak cuti haid akan dihapus, karena ketentuan itu tidak tersurat dalam naskah RUU. Padahal ketentuan yang tidak dimasukkan dalam naskah OL Ciptaker, berarti tidak mengalami perubahan. Ketika ketentuan cuti haid tidak dibahas dalam OL Ciptaker, berarti tak ada perubahan atas ketentuan yang sudah berlaku.

Dan gagal paham berikutnya, yaitu terkait isu penghapusan AMDAL. Faktanya, sejak 1993 sudah ada peraturan pemerintah yang mengatur syarat AMDAL serta UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). 

AMDAL diterapkan sebagai syarat usaha yang berpotensi mempengaruhi lingkungan dalam skala besar. Sementara UKL/UPL diterapkan untuk kegiatan usaha yang relatif kecil pengaruhnya terhadap lingkungan.

Artinya, tidak ada yang baru dalam ketentuan mengenai AMDAL dan UKL/UPL. Berbagai keriuhan yang mencuat saat ini adalah dampak mis-informasi yang membuat para pemrotes gagal paham terhadap OL Ciptaker.

2. Ego Sektoral Jangka Pendek

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline