Filosofi bibit-bebet-bobot ini tentu tidak asing bagi kita. Bibit-bebet-bobot merupakan filosofi Jawa yang berkaitan dengan kriteria mencari jodoh ataupun pasangan hidup.
Filosofi ini dipakai untuk memperoleh gambaran tentang kriteria jodoh versi Jawa , atau setidaknya menjadi alat kalibrasi atas kriteria pasangan yang sudah dikantongi.
Berkaitan dengan pemilihan jodoh, orang Jawa sangat berhati-hati. Kebanyakan orang Jawa masih mempercayai pepatah yang berbunyi "Malapetaka besar yang dialami oleh seseorang adalah ketika ia salah memilih siapa yang menjadi pasangan hidupnya."
Karenanya falsafah jawa bibit, bebet, bobot tersebut masih sering digunakan ileh orang Jawa dalam mencari pasangan hidup, yang nantinya akan menjadi garwo (sigare nyowo) dalam bahasa Indonesia berarti "belahan hati".
Disini saya akan mencoba melihat salah satu filosofi budaya Jawa ini dalam 2 sudut pandang teori yang tentunya saling berkaitan. Pertama adalah teori dari Kluckhohn dan Strodtbeck's - Future Orientation. Kemudian yang kedua adalah Individualisme, teori dari Hofstede.
Sebelum lebih lanjut membahas mengenai filosofi Jawa berdasar 2 teori diatas, saya akan sedikit menjelaskan mengenai 3 hal yang ada di filosofi tersebut. Bibit, bebet, bobot yang menjadi kriteria orang Jawa dalam mencari pasangan hidup tentunya memiliki artinya masing-masing.
Bibit adalah asal/usul keturunan. Disini kita diajarkan untuk mencari tahu mengenai latar belakang dari pasangan tersebut. Seperti, apakah keluarga dari calon pasangan kita memiliki latar belakang yang baik atau malahan buruk.
Baca juga: Tak Hanya Cari Jodoh, Persiapan Itu Penting
Bebet merupakan status sosial (harkat, martabat, prestige). Beberapa orang jawa juga mempertimbangkan status sosial mereka dalam mencari pasangan hidup.
Kemudian yang terakhir ada Bobot. Bobot merupakan kualitas diri baik lahir maupun batin. Meliputi keimanan (kepahaman agamanya), pendidikan, pekerjaan, kecakapan, dan perilaku.