Lihat ke Halaman Asli

Yohanes Prihardana

Illum Oportet Crescere, Me Autem Minui (John 3:30 - Vulgata)

Kearifan Filsafat Jawa Ini Bisa Bantu Kurangi Rasa Depresi Kamu

Diperbarui: 9 Desember 2024   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Meditasi (Sumber: https://nandurtresnaofficial.blogspot.com/2024/12/kearifan-filsafat-jawa.html)

Depresi sering kali muncul dari tekanan hidup yang berat, hilangnya tujuan, atau perasaan terasing. Dalam budaya Jawa, terdapat filsafat hidup yang mengajarkan ketenangan batin, penerimaan diri, dan harmoni dengan alam semesta. Ajaran-ajaran ini dapat menjadi panduan untuk mengelola emosi dan mengurangi depresi.

1. Ajian "Sumeleh"

Tokoh seperti Ki Ageng Suryomentaram, seorang bangsawan sekaligus filsuf Jawa dari Keraton Yogyakarta, mengajarkan konsep sumeleh atau pasrah. Sumeleh bukan berarti menyerah pada keadaan, melainkan menerima kenyataan dengan lapang dada dan fokus pada hal yang bisa dikendalikan. Ia menekankan pentingnya menyelaraskan pikiran dan hati agar bebas dari tekanan yang tak perlu.

Dalam ajaran Ki Ageng, manusia diajak untuk melepaskan keterikatan terhadap sesuatu yang berada di luar kendali, seperti masa lalu atau kekhawatiran berlebihan akan masa depan. Dengan praktik ini, seseorang dapat merasa lebih ringan dan tenang.

2. "Urip Iku Sawang-Sinawang"

Ungkapan ini mengingatkan bahwa hidup adalah soal persepsi. Apa yang terlihat indah pada orang lain belum tentu bebas dari masalah. Menyadari hal ini membantu kita untuk tidak membandingkan diri secara terus-menerus, yang sering kali menjadi pemicu depresi.

Tokoh Raden Ngabehi Ronggowarsito, seorang pujangga besar Jawa, mengembangkan konsep ini dalam karya-karyanya, seperti Serat Kalatidha. Ia menekankan pentingnya bersikap rendah hati dan bersyukur atas keadaan yang ada, sembari tetap berusaha memperbaiki diri.

3. "Hamemayu Hayuning Bawana"

Filosofi ini mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan lingkungan dan berkontribusi pada kebaikan dunia. Dengan menjalankan prinsip ini, seseorang dapat merasa lebih berarti karena ia memiliki tujuan untuk memberikan manfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain dan alam sekitar.

Para pemimpin spiritual Jawa, seperti Sunan Kalijaga, sering mengajarkan nilai ini melalui pendekatan seni dan budaya, seperti wayang kulit. Menanamkan rasa tanggung jawab terhadap harmoni ini dapat membantu mengalihkan fokus dari kesedihan pribadi ke tindakan nyata yang lebih positif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline