Lihat ke Halaman Asli

Fajar

Diperbarui: 17 Mei 2016   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam mulai menua seiring fajar yang mulai meringis menunjukkan keangkuhannya. Aku masih saja tertegun. Mataku berat sekali untuk terus menemani malam yang baru saja terbunuh oleh senja. Ya. Aku baru saja melewatkan jam biologisku untuk tidur dan beristirahat. Ingin rasanya beristirahat seperti kebanyakan orang yang lain. Tetapi benakku penuh oleh asumsi-asumsi yang selalu saja mengganggu perasaanku sendiri. Dan hasilnya bisa ditebak dengan mudah. Aku kalah telak oleh asumsiku sendiri. 

"Ah, sudahlah. Toh, masih banyak wanita lain yang bisa kau dekati. Masih banyak di luar sana yang lebih baik. Lebih seksi dan lebih cantik. Yang pasti yang lebih punya kesamaan denganmu."

"Tapi tak banyak pula yang bisa menjatuhkan hatimu seperti dia. Tak banyak. Aku saksinya. Berapa kali kau berbohong masalah hati? Berapa kali pula kau memaksakan hatimu sendiri untuk mencintai? Dan berapa kali pula kau enggan berjuang demi sesuatu yang kau cintai?"

"Hei. Aku tahu kau akan berjuang dengan sepenuh hatimu sekiranya memang itu layak diperjuangkan. Tapi apa istimewanya dengan gadis yang satu itu? Toh, jelas-jelas dia tidak satu pemikiran denganmu. Toh, jelas-jelas dia juga tidak satu rumpun dengan dirimu. Toh, jelas-jelas dia juga terkadang mengabaikanmu. Lalu harapan apa yang mau kau perjuangkan? Cih. Jangan pernah dan jangan sudi kau berjuang demi sesuatu yang fatamorgana seperti itu. Sudahlah. Jangan kau habiskan tenagamu untuk sesuatu yang percuma. Masih banyak pula yang perlu kau urus selain cinta!"

Fajar menyingsing pelan. Menunjukkan keangkuhannya. Aku hanya mencoba menerka apa yang benakku katakan mengenai seorang gadis yang sebentar lagi sudah berada dalam pelupuk mata. Baru kali ini aku tidak ingin kehilangan seseorang. Baru kali ini juga aku jatuh dengan bodohnya ke dalam hal-hal yang tak bisa dijelaskan logika yang semua orang memanggilnya cinta. 

"Aku selalu menunggumu, mas, bersama dengan keputusanmu."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline