Lihat ke Halaman Asli

Teh Tawar

Diperbarui: 13 Maret 2016   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kaki seorang pria itu terus berayun tanpa henti. Seolah pria itu menunggu sesuatu yang sudah lama tidak pernah datang dan mampir dalam kehidupannya. Tangan pria itu sekarang sedang menggenggam pena. Pena itu sudah mulai tidak bisa menggoreskan tulisan lagi. Bukan, bukan karena ia kehabisan tinta, justru karena sang empunya pena yang sudah mulai kehilangan ide dan kata-kata. Ia mulai diceraikan oleh puisi-puisinya, cerpennya, anak-anak kata-kata yang lahir dari benaknya.

"Tak pernah selama ini. Seharusnya ia sudah datang..." gumam pria itu.

Pria itu jelas sedang menunggu seseorang. Mungkin juga seseorang dengan ide yang sangat brilian, mungkin juga seseorang dengan pesona tertentu yang dapat memercikkan ide-ide untuk melanjutkan tulisan. Tak berapa lama, muncul sesosok manusia yang ditunggu pria tersebut. Semakin lama semakin jelas.

"Ah...itu dia..."

Pria tersebut seperti menyorot habis matanya kepada sesosok orang yang datang menghampirinya perlahan tapi pasti. Tetap dengan memainkan pena antara sela jari, pria tersebut tampak gugup saat sesosok itu semakin lama semakin dekat.

"Sudah lama?"

"Um...Kira kira baru setengah jam yang lalu..."
"Maaf terlambat. Biasa. Jam segini memang sudah jadi langganan kota ini untuk berduyun-duyun pulang dari kantor, sekolah...jadi.."

"Ya aku paham kok. Mau pesan apa? Teh Tawar hangat?"

"Hahaha..Iya...seperti biasa..."

"Apa kabar dirimu?"

"Masih sehat, secara jiwa dan raga. Bapak ibu juga sehat. Kamu?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline