Penulis & penerjemah: Yohanes Manhitu
Ketika kita telah jauh berjalan di pantai berpasir putih
dan membuang mata ke laut luas nan tak terbilang jari tangan,
kita pun sadar akan diri kita yang kerdil lagi rapuh,
di kolong langit nan tak tepat ditangkap otak.
Butiran pasir yang kita pijaki meter demi meter,
terkadang basah, kadang kala kering, hening.
Siang dan malam berlalu, seturut titah Tuhan,
tapi mereka, senantiasa, ‘kan menghiasi pantai.
Suatu pagi kau berlalu dengan tawa dan langkah berat,
jejak-jejak itu menjadi tanda yang dalam di pasir.
Sore hari, dengan pasti, kau datang menelusuri,
kau ‘kan tercengang bagai pendatang baru.
Yogyakarta, Juli 2007
--------------------------------------
Catatan: Puisi Indonesia ini saya terjemahkan dari puisi saya sendiri dalam bahasa Tetun dan terbit di buku LIRIK SANTALUM: Kumpulan Puisi Dawan dan Tetun dengan Terjemahan Indonesia (Yogyakarta: Diandra Kreatif, Mei 2019; hlm. 170-171). Versi Tetunnya, Ain-fatin sira iha Rai-henek, telah terbit di Jornal Semanal Matadalan di Dili, Timor-Leste (Edisi 21, 18-24 November 2013).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H