Sepekan terakhir, ruang publik dipadati dengan berbagai pembahasan mengenai negara Vanuatu. Negara kecil di Pasifik Selatan ini mendadak menjadi perbincangan publik setelah Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, menyinggung isu pelanggaran HAM di Papua dalam Sidang Umum PBB. Menurut Loughman, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Indonesia kepada masyarakat asli Papua Barat terus dilakukan hingga saat ini.
Pernyataan Vanuatu mengenai isu pelanggaran HAM di Papua, tidak hanya terjadi satu kali saja. Beberapa tahun terakhir, Negara Vanuatu secara konsisten menyerukan isu ini dalam berbagai forum internasional. Bahkan, Vanuatu dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap gerakan Papua Merdeka.
Pernyataan Perdana Menteri Vanuatu ini ditanggapi diplomat muda Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu. Silvany menggunakan hak jawab dengan menyampaikan bahwa Vanuatu bersikap berlebihan dengan terlalu mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Tanggapan tegas dari diplomat muda Indonesia ini, sebenarnya sudah cukup mampu menjungkirbalikkan tuduhan Vanuatu terhadap Indonesia. Setidaknya, negara-negara PBB lainnya akan berfikir dan tidak percaya begitu saja pada tuduhan itu.
Akan tetapi, tanggapan tegas Silvany dalam sidang umum PBB, ternyata belum cukup membalaskan kemarahan masyarakat Indonesia pada Vanuatu. Netizen Indonesia berbondong-bondong menyerang berbagai media sosial Vanuatu. Salah satu akun media sosial yang diserang adalah Facebook dan Instagram milik Kantor Pariwisata Vanuatu.
Sayangnya, berbagai tanggapan netizen di kolom komentar Facebook dan Instagram Vanuatu ini, sangat rasis, seksis, dan menghina budaya Vanuatu. Alih-alih mempertahankan citra diri Indonesia yang coba dijatuhkan Vanuatu, netizen Indonesia malah semakin meyakinkan dunia bahwa Indonesia sangat rasis. Citra mengenai Indonesia yang bertoleransi tinggi di mata dunia, berpotensi luntur. Parahnya, komentar netizen ini juga berpotensi untuk memperkeruh diplomasi publik yang mulai dirajut oleh para diplomat kita dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelum kita melihat bentuk-bentuk diplomasi publik Vanuatu-RI yang telah terjalin beberapa tahun terakhir, kita perlu menyamakan persepsi mengenai diplomasi publik. Menurut Mcphail, diplomasi publik adalah proses global untuk mempromosikan kepentingan nasional melalui kegiatan menginformasikan, memengaruhi, dan memahami publik global. Komunikasi dua arah dan pemahaman yang sama antar dua pihak merupakan kunci dalam diplomasi publik.
Di tengah berbagai isu separatisme yang gencar dituduhkan Vanuatu kepada Indonesia, diplomasi publik Vanuatu-RI sebenarnya sudah mulai dirajut beberapa tahun terakhir ini. Diplomasi publik dilakukan untuk meluruskan kesalahan persepsi Vanuatu dan juga publik internasional.
Diplomasi publik Indonesia dilakukan melalui pendekatan dengan memanfaatkan instumen kerja sama di bidang ekonomi, teknologi, pelatihan, beasiswa pendidikan, pembangunan, dan lain-lain. Salah satu bentuk konkret diplomasi publik yang nyata yaitu bantuan luar negeri senilai USD 2 juta yang diberikan Indonesia ketika Vanuatu terkena dampak yang cukup parah dari Badai Pam Pam di tahun 2015.
Selain pendekatan tersebut, Indonesia juga melakukan diplomasi publik dengan menanggapi secara langsung berbagai isu mengenai separatisme yang dialamatkan pada Indonesia. Terdapat beberapa diplomasi publik Indonesia yang secara langsung menanggapi isu mengenai separatisme.