Pendahuluan
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Melalui pendidikan seorang individu didorong dan dituntun untuk semakin mengenal diri, kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya, mampu mengaktualisasikan bahkan dan kemampuannya dan dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Namun pertanyaannya bagaimana jika pendidikan itu digunakan sebagai alat untuk menindas, sebagai alat untuk menjadikan manusia sebagai objek untuk kepentingan pihak tertentu?
Pendidikan pada akhirnya kehilangan makna dan kehilangan nilai-nilai luhur yang disebabkan oleh sistem yang berpihak pada para penindas, kaum elit atau pihak-pihak-pihak yang berkuasa.
Pendidikan tidak lagi sebagai proses yang memanusiakan melainkan sebagai proses yang semakin mempertegas tindakan-tindakan dehumanisasi, yang menurunkan dan menghancurkan martabat manusia sebagai pribadi pada titik yang paling rendah.
Masalah ini kemudian membangkitkan kesadaran dan keprihatinan dari berbagai pihak salah satunya Paulo Freire. Freire secara tegas melontarkan kritik atas sistem pendidikan yang berlaku di Brazil pada masa hidupnya. Freire melihat bahwa sistem pendidikan gaya bank yang sedang diberlakukan pada saat itu, semakin memperburuk kondisi hidup masyarakat.
Skripsi ini merupakan sebuah penelusuran atas gagasan-gagasan dan kritik Paulo Freire mengenai pendidikan. Secara khusus gagasan pedagogi kritis yang kemudian diaktualkan dalam sistem pendidikan "hadap masalah" sebagai sistem pendidikan alternatif untuk menggantikan sistem pendidikan tradisional, sistem pendidikan "gaya bank." Pedagogi kritis sebagai pedagogi pembebasan yang memperjuangkan dan mengangkat nilai-nilai humanisme.
ISI
Paulo Freire tokoh pendidikan Brazil lahir pada 19 September 1921 di Recife Brazil dari pasangan Joaquim Temistocles dari Rio Grande do Norte seorang polisi militer dan Edeltrus Neves Freire dari daerah Pernambuco seorang ibu rumah tangga.[1] Freire dibesarkan dan dididik dalam keluarga sederhana yang menekankan nilai-nilai cinta kasih, kelemahlembutan, sikap peduli dan mengedepankan dialog dalam relasi dengan orang lain.[2] Tahun 1930 ketika Brazil kembali mengalami krisis ekonomi yang hebat, Freire menyaksikan dan mengalami sendiri pederitaan atas krisis tersebut. Penderitaan yang dialaminya ini memotivasi Freire dan ia bersumpah mengabdikan seluruh hidupnya untuk berjuang melawan kelaparan, agar dikemudian hari anak-anak lain tidak mengalami nasib yang sama dengan yang dialaminya.
Krisis tersebut membuat Freire harus berhenti sekolah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan finansial keluarganya. Setahun kemudian Freire kembali melanjutkan pendidikannya. Tahun 1959 Freire menyelesaikan pendidikannya dan diangkat menjadi profesor dalam bidang sejarah dan filsafat pendidikan di Universitas Pernambuco.[3] Tahun 1960 Freire diangkat menjadi Direktur Pelayanan Extension Kultural Universitas Recife. Sejak saat itu karier akademiknya terus meningkat, sampai pernah diangkat menjadi penasihat khusus Kantor Pendidikan Dewan Gereja se-dunia dan Ketua Komite Eksekutif Institut d' Action Culturelle (IDAC) yang berpusat di Jenewa.[4] Freire juga pernah mengalami hidup sebagai tahanan penjara. Daniel Schugurensky mencatat, Freire pernah berada dalam masa pengasingan di tiga negara selama lima belas tahun.[5]