Lihat ke Halaman Asli

Yohanes Gani

orang biasa saja

Natal dan Kesederhanaan di Suatu Kampung di Pedalaman

Diperbarui: 25 Desember 2023   11:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekitar pukul 12 perayaan Natal usai. Beberapa orang membawa makanan dan minuman ala kadar. Aku menikmati makan dan minum ala kadarnya bersama semua umat yang hadir. Tidak terasa ternyata sudah jam 1 lebih sedikit. Aku segera mengajak beberapa orang untuk mengantar ke stasi selanjutnya. Mendung masih menggantung di langit setelah semalaman turun hujan yang sangat deras dan lama. Kami berjalan melalui jalan setapak yang membelah hutan. Jalan tanah yang becek dan licin. Seorang kawan pengantar bertanya apakah aku bisa berenang. Aku jawab bisa. Dia mengatakan tidak jauh lagi kami akan melintasi sungai. Bila banjir maka kami harus berenang, sebab jembatan tenggelam. Aku bergidik juga, sebab sungai pasti berarus deras. Beda jauh berenang di kolam renang dengan di sungai yang berarus deras. Beruntung ada balok kayu berdiameter sekitar 30 cm  yang melintang. Meski terendam air hampir 20 cm tapi kami tidak perlu berenang. Aku yang membawa ransel besar dan cukup berat harus super hati-hati saat meniti balok dan diterpa arus sungai yang deras. Akhirnya selamat sampai seberang. 

Di kapel yang kecil berdinding papan, beberapa lampu menyala. Suatu kemewahan saat melihat lampu menyala yang bersumber dari genset 10 kva dengan suara yang sangat berisik. Kapel yang kecil penuh sesak. Umat yang hadir memakai pekaian ala kadarnya.  Sebuah kandang terbuat dari karton mie instan dan sebatang dahan dari pohon hutan berdiri di sudut depan kapel.  Selesai perayaan Natal  beberapa orang membawa makanan dan minuman.  Semua di letakkan di lantai dan kami makan bersama. 

Bagiku inilah suasana Natal yang sesungguhnya. Tidak ada kemewahan. Tidak ada orang berpakaian bagus. Tidak ada lampu-lampu yang terang. Tidak ada hiasan yang mewah. Tidak ada pesta. Yesus hadir dalam kesederhanaan tetapi di kota-kota diubah menjadi kemewahan. Natal merayakan Tuhan menjadi manusia, Tuhan yang merendahkan diri sedemikian rupa bahkan sampai wafat disalib. Tuhan yang solider dengan kaum miskin. Tetapi semangat Natal sering dilupakan, sebab orang terbius oleh suka cita yang megah, sehingga Natal kehilangan maknanya. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline