Lihat ke Halaman Asli

yohanes wibowo

Praktisi UMKM

Kebiasaan Membaca Berhubungan dengan Perkembangan Teknologi Online

Diperbarui: 13 Maret 2023   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pinterest

Pada saat membaca menjadi kegiatan mewah di masa lalu karena buku harganya tidak cukup terjangkau bagi kalangan biasa, kegemaran membaca ini hanya dilakukan oleh kalangan elit dan berefek kepada tingkat pengetahuan yang luar biasa di kalangan tersebut.

Sebut saja founding father Negara Indonesia seperti sukarno, mochamad hatta dan tokoh yang lain. waktu itu sangat menggemari membaca, bahkan menurut cerita dari salah satu anaknya, mochamad hatta tidak memperbolehkan buku dilipat sembarangan supaya tidak cepat rusak, begitu pula disaat sukarno akan menghadapi sidang pengadilanya, menulis pledoi yang kemudian menjadi sebuah buku berjudul Indonesia menggugat, memerlukan buku lain sebagai referensi dan itu sebagai bukti bahwa ada banyak referensi bacaan atau buku yang dipunyai oleh sukarno.

Walaupun sebagian besar anak Indonesia sudah menempuh pendidikan formal minimal sekolah menengah atas, tradisi membaca ini kurang bisa sukses untuk menjadi kebiasaan hidup. Sampai diperlukan berbagai macam dorongan melalui publikasi tokoh populer seperti Najwa Shihab untuk dijadikan duta baca nasional demi mengkampanyekan gemar membaca. Itupun belum bisa ada perkembangan signifikan. Apalagi di saat ini tekhnologi internet berkembang luas, yang justru memberikan pilihan bebas pada saat membaca belum bisa menjadi kebiasaan. Akhirnya akan memilih mendengarkan audio atau video online seperti youtube dari pada membaca buku.

Di negara barat, dengan perkembangan tekhnologi seperti ini, tingkat membacanya masih terjaga di samping peningkatan fasilitas video dan audio, sehingga dipastikan mereka sudah siap untuk berpindah ke perkembangan lebih maju, dengan membuat efektifitas dari membaca dengan buku konvensional beralih ke electronic book atau E Book. Anggap saja tadinya harus membawa tas untuk membawa buku yang disaat tertentu di baca di segala tempat, lebih efektif dengan tanpa tas, dan hanya membutuhkan handphone android untuk bisa dimasukan beberapa  E Book yang nantinya bisa lebih leluasa dalam aktivitas membacanya.

Indonesia mempunyai tradisi tutur daripada tradisi tulis, sehingga di masa perkembangan tekhnologi ini arahnya akan ke tekhnologi dalam bentuk komunikasi massa, atau cocok dengan aplikasi seperti media sosial. Ini adalah perpindahan percakapan yang ada di warung kopi, atau ibu-ibu yang berkumpul bersama tetangganya untuk berkumpul lagi di media baru yang memfasilitasinya dan disesuaikan dengan tekhnologi. Makanya cukup besar minat pengguna media sosial di Indonesia yang dibumbui dengan berbagai masalah bullyng atau suara miring di media sosial.

Membaca itu tidak bisa dipaksakan pada saat belum bisa menjadi kebiasaan dari kecil. Pemaksaan membaca di sekolah dasar membuat anak lebih defensif menolak karena mereka harus membaca bacaan yang mereka tidak sukai. Bukan salah orang tua ataupun guru, tapi ada problematika pemahaman mengenai mengajak anak mulai membaca. Silahkan lihat di youtube atau film tentang anak di negara barat. Ada tradisi yang sama dengan budaya kita tentang mendongeng. Tentu kita sering merasakan itu dari masa waktu kita kecil. Tapi coba amati perbedaanya. Anak kecil di Indonesia diberikan dongeng secara verbal atau lisan tanpa buku sementara anak kecil dibarat, orang tua membacakan dongeng itu dari buku cerita.

Seorang anak kecil yang dibacakan dongeng dan tertarik untuk menikmatinya, nantinya akan mempunyai keinginan untuk mengetahui sendiri dongeng itu dari buku, sehingga pada saat sudah bisa membaca akan memulai membaca dongeng kesukaanya. 

Karena minat seperti ini dan perkembangan umurnya, mulai mengkonsumsi bacaan-bacaan sesuai yang diinginkan. Di sinilah nantinya akan ada kebiasaan membaca terus menerus, sampai untuk mencari apapun selalu melibatkan bacaan-bacaan untuk mengetahuinya. Untuk itu sepertinya tekhnologi searching seperti google atau yahoo cocoknya bagi mereka. Karena terlihat banyak dari kita menerima berita dan mempercayainya dari media sosial, yang kadang berakibat pada berita hoax.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline