Lihat ke Halaman Asli

yohanes wibowo

Praktisi UMKM

Penghargaan dan Perubahan Kultur Melalui Interaksi Kompetitif

Diperbarui: 9 Januari 2023   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan hobby anak muda di jaman milenial menghadirkan konsumsi tekhnologi informasi tanpa  bertatap muka secara langsung. Mereka berkumpul tapi dalam satu interaksi online yang begitu saja terjadi. Dimasa lalu untuk tidak bertatap muka langsung, atau minimal lewat telephon saja, sepertinya susah sekali merasakan kenyamanan karena tidak merasa bisa secara visual saling berinteraksi. sebenarnya interaksi antar manusia di masa ini, merasakan yang sama seperti tadi, Cuma ada perbedaan adanya tekhnologi yang sudah mendukungnya.

Perkembangan dari Telephon, Pesan Suara/Voice, Google Chat, Milis, sampai Friendster adalah tahapan terbentuknya alat komunikasi menjadi lebih sempurna lagi. Media sosial sekarang bisa menggunakan fasilitas tekhnologi dari berbagai tahapan itu dalam satu aplikasi. Padahal di masa lampau tekhnologi semacam ini hanyalah khayalan film STAR TREK yang tidak tau bahwa itu akan terjadi. Seperti chating dengan bertatap muka di layar, tidak sempat di pikirkan, bagaimana itu bisa dilakukan suatu saat kelak, karena di waktu itu yang terpenting ikut berfantasi mengikuti cerita filmnya dan sedikit terkagum dengan gambaran tekhnologi yang di hadirkan di dalam film.  Seperti di cerita film itu, para kapten pesawat luar angkasa menampilkan wajah yang menghubunginya di layar dan tidak sekedar mengirimkan suara. Ternyata baru sadar sekarang bahwa ada kamera yang saling menghadap ke masing-masing layar sehingga hasil dari shot di layar kita akan di kirim ke lawan bicara dan sebaliknya. Sehingga terjalinya komunikasi visual dan verbal dengan bertatap muka.

Di balik perkembangan tradisi permainan dan aktivitas kehidupan menggunakan tekhnologi informasi, banyak dari pengagum kebudayaan tradisional terutama hiburan tradisional mengalami kebingungan untuk mencari cara bagaimana hiburan itu masih menjadi relevan untuk di tonton anak muda di jaman sekarang. Karena sekarang hiburan ludruk, ketoprak, wayang, menjadi hiburan langka bahkan anak muda tidak begitu mengenal mengenai hiburan ini. Sempat terjadi perubahan stategi penyajian cerita, ritme cerita dalam drama tradisional itu supaya bisa menjadi ketertarikan, walaupun mengorbankan pakemnya. Seperti ketoprak humor dan ludruk canda merupakan salah satu bentuk perubahanya untuk mempopulerkanya.

Walaupun konsep seperti ini sempat terpental setelah naiknya pamor stand up comedy menjadi fokus utama penonton di hiburan lawak. Sehingga hiburan seperti itu hanya bertahan di daerah yang memunculkan artis humor seperti percil cs, kirun cs dsb.

Ada satu hiburan yang tidak berubah konsepnya tapi agak menurunkan nilai seninya, namun masih eksis di kalangan anak muda di daerah, yaitu tradisi seni kuda lumping. Dari dulu kuda lumping identik dengan tarian dan trance. seni pertunjukan tari ini memadukan antara tari dan pertunjukan trance, atau orang sering sebut sebagai kerasukan. Di daerah ada beberapa penyebutan antara lain ndadi atau kalap. Seni tari kerasukan ini dari dulu masih sangat digemari, dan terakhir kali konsep pertunjukan kerasukan ini dikembangkan melalui interaksi pemain dengan penonton. Dari berbagai video yang beredar di youtube, bentuk interaksi yang kadang cenderung brutal ini, malah di tunggu dan populer di kalangan anak muda, dengan jumlah penonton yang ramai, dan mayoritas anak muda.

Pagelaran tari kuda lumping, memberikan mitos gaib kepada penonton, yang nantinya di gunakan untuk di langgar, demi menghidupkan suasana pagelaran, dengan terjalinya interaksi. Apabila pemain kuda lumping sudah memasuki trance atau kerasukan, tidak diperkenankan untuk bersiul, karena dianggap mengganggu roh di dalam pemain kuda lumping yang kerasukan itu, dan mengakibatkan diserangnya orang yang bersiul. Tapi bagi anak muda justru momentum itu yang di tunggu. Terdengar banyak sekali siulan dari arah penonton bersaut sautan dan mengakibatkan bentrok diantara pemain dan penonton, yang berkembang ke panitia dari pihak kelompok seni kuda lumping tadi dengan penonton. Akhirnya terjadi mirip tawuran antar panitia dan penonton.

Interaksi seni tadi menjadi interaksi sosial antar kelompok khas anak muda. Bagaimana memahani kondisi tersebut. Terlihat dari perkembangan permainan atau game, dari dulu sampai sekarang, anak muda lebih menyukai permainan kompetitif. misalnya game perang mulai counter strike sampai PUBG dan mobile legend dan menjadi salah satu cabang olah raga yang disebut esport. atau sebelum itu sangat tenar kita kenal dengan playstation yang masih eksis di tengah persaingan game online.

Kesemuanya terbentuk karena interaksi sosial berbasis kompetisi. Game dan maupun seni pertunjukan apabila menginginkan eksis dan berkembang harus mengerti insting kompetitif ini dengan mengurangi titik rawanya. Anak muda masih mempunyai hasrat yang meledak, Sehingga harus ada ruang yang tepat karena apabila tidak terarah akan masuk ke ruang kriminalitas seperti geng motor, tawuran dsb. Terakhir bola dan konser musik yang masih rawan dengan itu. Kemungkinan akan berkurang apabila interaksi kompetitif ini di kurangi dengan tetap memberi penghargaan pada basis interaksi kompetisinya, tapi tingkat keselamatan di tingkatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline