Ceritra tentang anak-anak di rimba Papua, nyaris tak ada yang elok dan menggembirakan bila diperhadapkan dengan situasi 'terkini' di luar tanah Papua.
Publik mungkin merasa terkesima mendengar atau melihat segelintir pembangunan dan perkembangan yang terjadi di beberapa titik / wilayah Papua. Namun Situasi itu tidak bisa mewakili semua wilayah di tanah Papua.
Jika kita berjalan lebih jauh ke kampung-kampung di pedalaman maka serentak itu pula pikiran dan perasaan kita akan melahirkan sejumlah pertanyaan yang 'menggugat'...mengapa, bagaimana, kok bisa...? Dan mumgkin sejumlah kata tanya dan pernyataan lainnya.
Kita tidak bisa pungkiri realitas yang terjadi saat ini yang tengah menderah anak-anak di rimba Papua. Mulai dari masalah pendidikan, kesehatan, Ketahanan pangan sampai dengan masalah pembangunan infrastruktur, media informasi dan komunikasi serta transportasi.
Masalah Transportasi dan media komunikasi menjadi sebuah persoalan besar yang telah banyak mengorbankan banyak jiwa. Karena banyak pasien yang tak bisa tertolong.
Sudah banyak terjadi kasusu para ibu yang gagal partus dan mengorbankan nyawa bayi atau nyawa sang ibunya sendiri yang menjadi korbannya. Hal itu disebabkan oleh karena jarak tempuh hampir sehari dengan menggunakan alat transportasi perahu dayung atau *perahu mesin katinting dari kampung ke pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas di pusat Distrik).
Di sisi lain, banyak masyarakat yang menderita penyakit kronis seperti : Kusta, penyakit Kulit bersisik, TBC, malaria dan masalah gizi buruk yang memicu kematian bayi dengan angka yang cukup tinggi.
Sementara itu dibidang pendidikan, masalah kekurangan guru/tenaga pendidik menjadi bahasa klise dalam usaha menggejot SDM anak-anak di rimba ini. Namun sering kali alasan ini kurang pas jika ada sejumlah guru/tenaga pendidik yang tidak betah untuk tinggal di kampung-kampung bahkan sering membuat 'jadwal libur sendiri' di kota atau pulang kampung di luar tempat tugasnya dalam waktu yang lama.
Masalah pendidikan di Papua menjadi sebuah persoalan serius dan harus ditangani secara serius pula. Kita tidak bisa mengukur perkembangan pendidikan di Papua hanya memotret di ibu kota propinsi atau kabupaten tertentu saja. Maka mari kita melihat situasi pendidikan untuk anak-anak Pupua secara menyeluruh.
Membedah sebuah persoalan yang dihadapi oleh anak-anak di rimba Papua tidak bisa hanya dari satu sisi saja. Kita harus peka untuk melihat dan secara kritis pula membedahnya secara menyeluruh dan komprehensif.
Dibalik semua situasi yang memprihatinkan ini hanya ada satu kata kunci yakni Komitmen dan Keberpihakan dalam usaha membantu anak-anak di rimba ini.