Lihat ke Halaman Asli

Yopiklau

Penyuka hal-hal sederhana

Mengubah Masalah Menjadi Berkah

Diperbarui: 23 Oktober 2024   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber Gambar: Pixabay) 

"Terkadang masalah tidak membutuhkan solusi untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, dibutuhkan kedewasaan untuk mengatasinya"_Steve Marobali

Tulisan singkat ini saya persembahkan sebagai salah satu sumbangan ide dalam memperingati HARI KESEHATAN JIWA SEDUNIA (10 Oktober)

Menurut laporan Gallup tentang State of The Global Workplace di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat stress paling rendah, yakni peringkat ke-9 dari 9 negara. Tingkat persentasi harian stress pekerja Indonesia hanya 16%. Data ini tentu merupakan kabar gembira buat Indonesia. Namun,  kita jangan terburu-buru gembira. Kita harus ingat bawha fenomena stress tidak hanya dialami para pekerja yang notabene telah mencapai usia dewasa, tapi juga dialami anak-anak yang masih bersekolah. Berdasarkan data Unas Repository, tingkat stress siswa di Indonesia adalah 71.6%. Persentasi yang sangat tinggi, bukan?

Stress merupakan sejenis reaksi perasaan atas masalah. Sepertinya mustahil menemukan manusia yang tidak pernah dilanda masalah.  Setiap orang pasti mengalaminya. Masalah adalah hasil keinginan yang berbeda dengan keadaan. Kita mempunyai sejuta keinginan, tapi justru sejuta kenyataan lain yang terjadi. Misalnya, kita mau sehat tetapi tiba-tiba sakit. Kita berharap menang lomba, ternyata kalah. Pengalaman-pengalaman kesenjangan antara kenyataan dan keinginan seperti itu menimpa semua orang tanpa terkecuali. Kebanyakan orang semakin terpuruk saat mengalami masalah. Bahkan ada yang depresi hingga melakukan bunuh diri. Ini akibat ketidaksanggupan menyikapi masalah dengan baik. Lantas, apa yang harus kita lakukan? 

Kita perlu mempunyai pemahaman yang tepat mengenai masalah dan kemudian mengambil tindakan yang baik. Masalah bisa menimbulkan sengsara jika kita menganggapnya sebagai keadaan buruk semata. Kita hanya fokus pada situasi buruknya. Kita larut pada rasa sakit, rasa malu, rasa sedih, atau kerugian. Perasaan-perasaan buruk biasanya semakin kuat terasa jika pikiran kita sendiri pun terus-menerus memikirkannya. Perlu diketahui bahwa pikiran sebagai kerja otak adalah penghasil perasaan. Bagian otak yang menghasilkan perasaan disebut sistem limbik. Masalah yang masuk melalui panca indra dan diolah di sistem limbik akan menghasilkan berbagai macam perasaan. Artinya tidak hanya perasaan buruk yang bisa timbul oleh otak, perasaan bahagia juga bisa. Kuncinya adalah bagaimana kita mengatur otak untuk menanggapi masalah supaya tercipta bahagia atau perasaan yang baik.

Pada sistem limbik terdapat salah satu komponen yang disebut amigdala. Menurut Joseph LeDoux dalam bukunya The Emotional Brain, amigdala  berfungsi sebagai pusat emosi otak manusia. Di situ emosi tersimpan lalu diteruskan ke neokorteks. Bila terjadi yang tidak kita inginkan, neokorteks akan menganalis, menyelaraskan, dan membuat kita mengerti sebuah masalah sehingga kita dapat mengontrol tubuh untuk memberikan respon yang baik.  Hal ini merupakan anugerah Pencipta yang sangat penting bagi kita dalam  menyikapi masalah. Dengan itu, kita yakin bahwa setiap masalah bisa berubah menjadi berkah melalui bantuan neokorteks. 

Sekarang kita tahu bahwa neokorteks adalah tools penolong untuk mengerti sebuah masalah. Selanjutnya bagaimana? Viktor Frankl menangkap potensi ini dan kemudian menawarkan sebuah ramuan psikoterapi yang disebutnya logoterapi. Kata logoterapi berasal dari bahasa Yunani yakni logos yang berarti makna dan therapeia yang berarti penyembuhan. Frankl meyakini bawa sebuah masalah dapat disembuhkan. Sebuah masalah dapat berubah menjadi berkah jika kita mampu MENEMUKAN MAKNA masalah itu. Yang kita lakukan hanyalah menemukan makna atau pesan baik dari suatu masalah. Niscaya setelah kita berhasil menemukannya, kita tidak lagi larut dalam kesengsaraan melainkan bangkit dengan penuh harapan dan mensyukuri suatu masalah.

Mari kita langsung buktikan khasiat ramuan Frankl itu. Amatilah masalahmu. Misalnya dengan cara memeditasikannya atau menuliskannya di sebuah kertas. Jika masalah itu terkait keadaan fisik, dapat juga diamati dengan cara bercermin sambil melihat fisikmu di sana apa adanya. Jangan fokus pada sakit dan kesulitan yang ditimbulkannya, tetapi sibaklah masalah itu perlahan-lahan sampai mendapatkan maknanya. Ketika Anda berhasil menemukan makna dari masalah itu, saat itulah Anda telah berhasil mengubah masalah menjadi berkah. Kesengsaraan seketika berakhir. Kebahagiaanpun terlahir.

Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline