Lihat ke Halaman Asli

Yohana Desi Ardianto

Aparatur Sipil Negara

Bagaimana Menjaga Keotentikan dan Kesakralan Al-Qur'an?

Diperbarui: 29 April 2023   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Al-Qur’an adalah wahyu yang turun kepada Nabi saw melalui malaikat Jibril . Pada periode pertama, al-Qur’an berupa suara dan ucapan-ucapan lisan yang didengar, kemudian beberapa shahabat ada yang menuliskannya di pelepah-pelepah kurma, batu dan lain sebagainya. Transformasi tahap pertama ini dikenal dengan tahapan penulisan awal al-Qur’an. Selanjutnya, tulisan-tulisan al-Qur’an tadi dikumpulkan dan dikodifikasi sepeninggal Rasulullah saw, yang diprakarsai oleh Abu Bakar As-Sidiq atas usulan dari Umar ibnu Khattab yang melihat banyaknya hafizh al-Qur’an yang meninggal di medan perang.

Setelah lembaran-lembaran tadi terkumpul berupa sebuah mushaf yang disimpan oleh Abu Bakar yang selanjutnya tugas pengkodifikasian ini diteruskan oleh Usman ibnu Affan. Pada masa Usman, Al-Qur’an memiliki beberapa Salinan mushaf yang tersebar di semua wilayah muslim. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan yang membuat para shahabat bertikai mengenai ini. Usman ibnu Affan pada saat itu berinisiatif untuk mengumpulkan semua mushaf Al-Qur’an yang ada, dan menentukan satu mushaf yang menjadi pegangan umat muslim. 

Setelah kejadian itu, umat Islam memiliki satu mushaf bersama yang dikenal sebagai mushaf Usmani yang terjaga sampai saat ini, walaupun pada perjalanannya terdapat berbagai perubahan dalam tulisan seperti, pemberian titik, pembatas ayat dan lain sebagainya, Mushaf Alquran yang ada sekarang tetap diyakini sebagai mushaf yang sama dengan mushaf Usmani. Perubahan-perubahan itu hanyalah memberi tanda kepada orang non-Arab agar mudah untuk mengenali huruf-huruf berbahasa Arab.

Al-Qur’an sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW, dipercaya relevan untuk segala waktu dan tempat. Pada saat pewahyuannya, orang Quraisy tidak percaya Al-Qur’an diturunkan dari Allah SWT. "Dua belas tahun Nabi Muhammad SAW berdakwah, hanya beberapa orang saja yang percaya kepada kenabiannya. 

Dakwah Nabi di Madinah juga banyak ahlul kitab yang menolak kemukjizatan Al-Qur’an. Namun, berkat kerja keras dan kesabaran Nabi SAW, akhirnya Al-Qur’an dapat dipercaya orang-orang Makkah dan Madinah sebagai pedoman hidup. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW 15 abad lalu dalam situasi dan keadaan keagamaan dan sosial yang sangat berbeda dengan keadaan sekarang. Fakta lain, Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab pada abad ke-7 M dan sampai sekarang bahasa Arab juga berkembang dari waktu ke waktu.

Umat Islam harus terus mengkaji Alquran sebagai pedoman hidup umat, dikarenakan tantangan yang dihadapi masyarakat semakin beragam dan kompleks, banyak yang mempertanyakan apakah kandungan Al-Qur'an itu relevan dengan zaman dan waktu sekarang, apakah Al-Qur'an terjaga keotentikannya, mengingat periode waktu antara meninggalnya Nabi SAW dan pengkodifikasian Al-Qur'an sangatlah lama, hal inilah yang memicu banyaknya kaum orientalis meragukan keaslian dan kesakralan Al-Qur'an.

Disinilah letak krusialnya mengapa Umat Islam harus memahami bagaimana Al-Qur'an yang saat ini kita pedomani sanadnya mutawatir sampai Rasulullah SAW, Umat Islam harus memahami latar belakang histori dan Hujjah-hujjahnya, sehingga anggapan dan asumsi kaum orientalis dapat terbantahkan dengan Data dan bukti yang nyata.

Kemudian muncul beberapa kajian tentang bagaimana kemampuan kita untuk memahami ayat Al-Qur'an yang selalu relevan dengan konteks kekinian, dan bagaimana Al-Qur'an dapat menjadi sarana untuk menyajikan khazanah baru bagi umat Islam dalam menerapkan isi kitab suci tersebut dengan konteks kekinian, bagiaman menjadikan Al-Qur'an tersebut tetap Sakral bagi Umat Muslim, ini PR buat Umat Islam, karena kandungan dalam Al-Qur'an  terdapat ayat-ayat yang jelas (muhkamat) dan ayat-ayat yang tidak jelas (mutasyabihat).

Sehingga tidak mudah memahami Alquran dan sangat mungkin salah dalam menafsirkan Alquran apabila tidak mengetahui bahasa dan konteks historisnya, sehingga melalui beberapa kajian tersebut diharapkan dapat meneguhkan kepercayaan bahwa Kitab Suci Al-Qur'an tidak hanya relevan untuk orang-orang Arab tetapi untuk semua umat manusia, serta bagaimana mengejewantahkan kesaralan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. 

Pernyataan di atas, dapat memunculkan 2 (dua) pertanyaan penting, Pertama, bagaimana Umat Islam dapat membuktikan bahwa Al-Qur'an itu Otentik dan relevan dalam konteks kekinian? Kedua, Bagaimana Umat Islam mampu mengejewantahkan kesakralan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari?

Bagaimana Umat Islam dapat membuktikan bahwa Al-Qur'an itu Otentik dan relevan dalam konteks kekinian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline