Pada satu malam tanpa sengaja saya menonton tayangan American Idol 2011 di salah satu TV swasta. Awalnya hanya menikmati dahsyatnya kualitas suara dari masing-masing peserta. Disamping penampilan mereka yang memang sangat ciamik. Semakin lama diamati, penampilan para finalis ini tampak semakin menarik. Terutama adalah keragaman penampilan, gaya serta aliran musik yang dipertontonkan. Sepertinya semuanya memiliki ciri khas yang sangat kuat. Dan terasa sangat kaya sekali. Terus terang saya bukan pengamat musik. Bahkan bermain gitar-pun tidak bisa. Saya hanya penikmat saja. Sebagai penikmat saya anggap tampilan Finalis American idol ini luar biasa.
Kemudian pikiran saya menerawang ke kondisi musik di Indonesia. Secara otomatis saya langsung membandingkan. Duh, rasanya langsung lemes. Keragaman indah yang ditampilkan para finalis American Idol diatas kok tidak tampak ya . Semuanya sama. Jangankan jenis musiknya, penampilan musisi kontemporer kitapun susah untuk dibedakan. Contoh kasus, saya seringkali salah tebak antara kelompok musik ST12, Wali dan Hijau Daun. Ini kejadian nyata dan tidak dibuat-buat. Nah, tulisan yang sangat pedas mengenai kondisi ini dipaparkan oleh Dennie Sakrie, salah seorang pengamat musik di Indonesia. Menurut Denny Sakrie, dalam lima tahun terakhir ini band-band pop sangat menjamur.Sayangnya kuantitas tidak dibarengi keragaman mahzab musik. Yang terjadi malah keseragaman musik yang membebalkan dan lirik lagunya tak hanya miskin etika dan estetika tetapi juga mengerikan. Notasi, progresi, akord, harmoni, teknik menyanyi, aransemen musik bahkan dandanan personelnya semuanya sama. Demikian menurut Denny. Komentar yang sangat tajam bukan?
Tetapi apa mau dikata, memang seperti itulah kondisi musik kekinian di Indonesia. Saya sendiri seringmelarikan diri dengan mendengarkan pemusik atau kelompok musik pop dan rock barat di tahun 80-an hingga tahun 90-an. Saya benar-benar sudah tak dapat menikmati musik Indonesia band pop yang saat ini mendominasi tayangan di TV dan diputar di radio-radio.
Bisa saja ini masalah selera musik. Bukankah selera musik setiap orang berbeda-beda? Dan kebetulan selera musik saya berbeda dengan arus utama yang ada di industri musik kita. Jadi ini hanya menjadi masalah saya pribadi dan segelintir orang saja. Mungkin tak ada yang salah dengan band-band arus utama tersebut. Tapi sebenarnya yang saya garis bawahi disini adalah masalah keragaman. Saya suka keragaman. Saya tidak suka penyeragaman.
Pikiran saya tak berhenti sampai disitu. Terlintas kemudian bayangan orang-orang yang melakukan kekerasan atas nama agama. Ya, atas nama keseragaman mereka mencoba memaksakan pemahamannya atas kelompok yang dianggap berbeda. Kebebasan beragama dan berkeyakinan dikoyak-koyak oleh kelompok tersebut. Duar!! Bom tiba-tiba meledak dimana-mana. Hanya karena ada yang berpikir berbeda. Rupanya keberagaman berpikir juga dianggap berbahaya oleh segelintir orang. Duh, mau dibawa kemana Negara ini kalau setiap orang dipaksa, dengan kekerasan, untuk memiliki pikiran sama, keyakinan sama bahkan mimpi yang sama. Mengerikan sekali! Eh, tiba-tiba, pikiran saya meloncat ke timeline (TL) twitter yang dipenuhi berita tentang BIN (Badan Intelijen Negara) yang rencananya akan memiliki kewenangan memantau semua aktivitas warga di Facebook dan Twitter. Apakah ini artinya kita harus bepikir seragam lagi? Seperti di era Orde Baru?Hai!Kamu jangan berburuk sangka dulu! Lihat saja perkembangannya ke depan. Siapa tahu, kalau hal itu jadi dilakukan, semuanya demi kebaikan masyarakat. Demikian sisi lain saya berteriak. Mudah-mudahan begitu Ya Tuhan.
Walah, hanya karena nonton American Idol, pikiran saya mengembara kemana-mana. Sekarang mari kita nikmati lagi penampilan Pia Toscano. Salah satu peserta tercantik di American Idol 2011. Itu menurut pikiran saya lo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H