Lihat ke Halaman Asli

Yogi Pratama

Universitas sebelas Maret

Sharenting: Fenomena Berbagi Kehidupan Anak di Era Digital

Diperbarui: 25 Januari 2025   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.klikdokter.com

Di era digital yang serba terkoneksi, kebiasaan berbagi momen sehari-hari di media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan banyak orang. Salah satu tren yang berkembang pesat adalah sharenting, yaitu kombinasi dari kata "sharing" dan "parenting". Istilah ini mengacu pada praktik orang tua yang secara aktif membagikan foto, video, atau cerita tentang anak-anak mereka di platform media sosial. Meskipun terlihat sebagai cara untuk berbagi kebahagiaan dan kebanggaan, sharenting menyimpan berbagai sisi positif dan negatif yang patut kita cermati.  

Mengapa Orang Tua Melakukan Sharenting?  

Bagi banyak orang tua, membagikan momen kehidupan anak adalah bentuk ekspresi kebahagiaan dan cinta. Misalnya, foto pertama bayi, momen ulang tahun, atau prestasi di sekolah menjadi kebanggaan yang ingin mereka bagikan dengan dunia. Selain itu, media sosial juga sering menjadi sarana untuk menjaga hubungan dengan keluarga atau teman yang tinggal jauh, sehingga momen perkembangan anak dapat tetap tersampaikan.  

Namun, di balik alasan tersebut, ada juga tekanan sosial yang muncul dari media digital. Banyak orang tua merasa terdorong untuk mengikuti tren atau mendapatkan validasi melalui jumlah "like" dan komentar positif. Fenomena ini tanpa disadari mendorong mereka untuk terus membagikan berbagai aspek kehidupan anak, bahkan yang seharusnya bersifat pribadi.  

Risiko dan Tantangan Sharenting  

Meski terlihat tidak berbahaya, sharenting memiliki sejumlah risiko yang perlu diperhatikan:  

1. Pelanggaran Privasi Anak

Setiap kali orang tua membagikan foto atau cerita anak mereka, ada potensi pelanggaran privasi. Anak-anak, terutama yang masih kecil, belum memiliki kemampuan untuk memberikan persetujuan atas informasi yang dibagikan. Hal ini dapat menyebabkan dampak jangka panjang, terutama jika konten yang diunggah menjadi bahan perbincangan atau bahkan bahan perundungan di masa depan.  

2. Jejak Digital yang Permanen

Konten yang diunggah ke internet cenderung sulit untuk dihapus sepenuhnya. Jejak digital ini dapat mengikuti anak hingga dewasa, yang mungkin memengaruhi kehidupan pribadi atau profesional mereka nantinya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline