Lihat ke Halaman Asli

Yogi Pratama

Universitas sebelas Maret

Fenomena Doom Spending Membuat Anak Muda Sulit Menabung

Diperbarui: 19 Oktober 2024   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

okbank.co.id

Menabung bagi banyak anak muda sering kali terasa seperti tugas yang mustahil. Walaupun memiliki penghasilan, mereka kerap mendapati tabungan yang cepat menipis atau bahkan tidak ada sama sekali. 

Salah satu penyebab utama dari sulitnya menabung ini adalah fenomena yang dikenal dengan istilah *doom spending*. Ini adalah kebiasaan mengeluarkan uang secara impulsif sebagai respons terhadap stres, kecemasan, atau tekanan hidup yang kian meningkat. 

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena ini? Mengapa anak muda begitu rentan mengalaminya, dan bagaimana cara mengatasinya?

Apa Itu Doom Spending ?

Doom spending adalah istilah yang menggambarkan perilaku belanja berlebihan sebagai bentuk pelarian dari emosi negatif. Ketika seseorang merasa tertekan, lelah, atau frustrasi, mereka cenderung mengeluarkan uang untuk barang-barang atau pengalaman yang sebenarnya tidak dibutuhkan, seperti membeli gadget terbaru, pakaian yang sedang tren, atau makan di restoran mahal. Aktivitas ini memberi mereka perasaan puas sementara, namun pada akhirnya justru membuat tabungan semakin sulit untuk terkumpul.

Kemudahan berbelanja online dan adanya diskon besar-besaran di platform e-commerce juga menjadi pemicu utama fenomena ini. Dalam hitungan detik, anak muda bisa membeli berbagai produk tanpa harus berpikir panjang, hanya dengan satu klik. Kemudahan akses ini, sayangnya, membuat pengendalian diri terhadap keuangan menjadi semakin sulit.

Mengapa Anak Muda Rentan terhadap *Doom Spending?

1. Tekanan dari Media Sosial

Media sosial memiliki peran besar dalam membentuk kebiasaan konsumtif anak muda. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi konten yang memperlihatkan gaya hidup mewah atau barang-barang terbaru yang ‘wajib dimiliki’. Rasa ingin mengikuti tren ini sering kali memicu perilaku impulsif untuk membeli sesuatu agar tidak merasa ‘ketinggalan zaman’. Tekanan untuk tampil keren di mata teman-teman online membuat mereka rela mengorbankan tabungan demi gaya hidup yang sesuai dengan standar sosial tersebut.

2. Budaya Self-reward

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline