Siang hari itu, Rabu 28 September 2016, pekerjaan membuat lubang untuk fondasi Posyandu dan Balai Dusun di Dusun Gapuro Desa Mojojajar masih berlangsung.
Ditengah pekerjaan, salah seorang pekerja pembuat lubang fondasi melihat hal yang tidak biasa setelah alat pengeruk tanahnya diayunkan tepat di bawah tanah tempat ia berpijak. Beberapa bata merah terlihat ikut menyeruak diantara tanah gembur persawahan dimana rencana posyandu dan Balai Dusun itu dibangun.
Setelahnya, para pekerja lain yang juga ditugasi membuat fondasi untuk posyandu dan Balai Dusun itu menemukan banyak bata merah lainnya di bagian lain dari area tanah yang di bagian timurnya berdiri 2 Pohon Soka besar itu.
Terhitung ada 3 bagian di areal lahan yang rencananya akan dibangun Posyandu dan Balai Dusun Gapuro pada bagian bawah permukaan tanahnya menyimpan bongkahan bata merah.
Kedalamannya dari permukaan tanah beragam, paling gampang untuk menemukannya hanya membutuhkan sekali cangkulan, kurang lebih dari permukaan tanah sekitar 25-30 cm.
Pekerjaan untuk sementara dihentikan, balok-balok batu putih yang sedianya digunakan sebagai isian fondasi bangunan yang telah dipasang pada sisi yang lain dibiarkan apa adanya.
Masyarakat dusun Gapuro yang mengetahui fenomena ini banyak yang mengabadikan temuan bata merah di dusun mereka untuk memeriahkan halaman media sosial masing-masing.
Akibatnya, kabar tentang adanya penemuan bata merah pada bekas areal persawahan di Dusun Gapuro Desa Mojojajar tersebar luas, sebaran kabar tersebut sampai terdengar oleh para pemangku kebijakan terkait.
Setelah melakukan peninjauan ke lokasi, para pemangku (Dinas & BPCB) terkait menitipkan pesan kepada warga agar mengamankan dan membiarkannya dahulu areal sebaran bata merah itu. Pihak kepolisian pun tak ketinggalan untuk ikut mengamankan dengan police line kuningnya.
POTENSIAL
Berbagai pertanyaan dan dugaan muncul terkait temuan struktur bata merah di Dusun Gapuro Desa Mojojajar ini. Jika melihat bentuknya, bata merah dan susunannya mengingatkan pada tinggalan arkeologi di kawasan situs Trowulan yang diyakini sebagai pusat kerajaan Majapahit.
Sebaran dari tinggalan kerajaan yang kurang lebih eksis selama 3 abad ini memang paling banyak ditemukan di wilayah kecamatan Trowulan. Tidak dipungkiri banyak yang menduga-duga bahwa temuan bata merah di Dusun Gapuro ini merupakan tinggalan dari kerajaan Majapahit atau bangunan yang dibangun dan digunakan semasa dengan keberadaan kerajaan Majapahit, meskipun lokasinya agak jauh dari Trowulan.
Arah dugaan seperti itu sah-sah saja dan mungkin sekali secara otomatis terarahkan, terlebih jika kita melihat bahan baku atau material penyusun struktur yang menunjukkan ciri bata besar dengan beberapa motif lengkung yang sama dengan bata situs Trowulan. Lokasi penemuannya-pun masih berada di wilayah Kabupaten Mojokerto yang kental dengan tradisi Majapahitan.
Mengulik sedikit ke ranah ilmiah, dalam penelitian arkeologi segala kemungkinan tentang peristiwa dibalik sebuah tinggalan arkeologi yang dijadikan sebagai obyek penelitian sangatlah luas. Peneliti tidak dapat menduga apa yang akan ia temukan selama melakukan proses penelitian.
Hal tersebut sangat lumrah terjadi karena karakter dari data arkeologi yang terbatas (limited), unik (khas) dan telah mengalami perubahan (transformasi) semenjak bukti hasil budaya materi (benda) itu ditinggalkan oleh pendukung budayanya.
Untuk kasus struktur bata merah yang ditemukan di wilayah Dusun Gapuro ini sebenarnya sangat potensial jika ditinjau secara lebih luas. Letak geografi daerah Gapuro, Mojojajar secara “spasio-temporal” memiliki keterkaitan dengan tinggalan arkeologi lain yang berada di sekitarnya.
Keterkaitan antara sebuah tinggalan arkeologi pada sebuah wilayah luas, apabila juga didukung dengan kesamaan karakter tinggalan secara temporal (semasa), menunjukkan bahwa tinggalan ini merupakan hasil budaya yang timbul dan berkembang dalam waktu yang sama.
Asumsi seperti itu setidaknya akan memberikan sumbangan pada kajian awal untuk melakukan tahap penelitian lanjutan, termasuk jika akan melakukan penelitian ekskavasi arkeologi.
Hal ini sangat penting agar penelitian yang akan dilakukan tidak sempit, karena dikhawatirkan akan mengurangi dan menumpulkan analisis maupun sintesa dari temuan-temuan yang didapat selama melakukan penelitian.
Berdasarkan paragraf sebelumnya, disamping mengarahkannya pada dugaan sementara bahwa temuan struktur bata merah di Dusun Gapuro merupakan tinggalan dari masa kerajaan Majapahit, kita perlu juga melihat secara mendalam. Yaitu dengan mencermati tinggalan sekitar yang nantinya mungkin dapat dihubungkan secara “spasio-temporal” dengan keberadaan tinggalan struktur bata merah Dusun Gapuro.