Lihat ke Halaman Asli

Yogi Nugraha

NIM 55521120045 Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

TB1_Manajemen Pajak Atas Revaluasi Aset Tetap Berwujud

Diperbarui: 19 September 2022   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pajak merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Karena pajak merupakan unsur yang paling penting dalam bernegara. Mengutip dari Benjamin frangklin "tidak ada yang pasti di Dunia ini, kecuali kematian dan pajak". Oleh karena memiliki sifat yang pasti maka perlu diatur atau dimanage dengan baik, agar bisa dilakukan penghematan namun tetap pada jalur aturan yang berlaku.

Aturan perpajakan di Indonesia bersifat mengikat dan memaksa. Dalam UU no 36 tahun 2008 (Tentang Pajak Penghasilan) pasal 4 "Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun". Kalimat setiap tambahan kemapuan ekonomis dan nama dan dalam bentuk apapun merupakan salah satu sifat pajak yang bersifat memaksa.

Dalam melakukan managemen pajak, wajib pajak bisa memilih berbagai alternatif. Salah satunya dengan menggunakan treatment accounting, karena bagaimanapun dasar dari perhitungan pajak adalah akuntansi. Sesuai dengan pasal 28 ayat 3 & 5 "(3) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. (5) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas."

Treatment akuntansi dalam hal ini adalah tetap menggunakan dasar pencatatan yang taat asas, tidak menyalahi dengan aturan pencatatan yang berlaku. Dalam accounting terdapat salah satu metode pencatatan atas asset tetap, dimana dalam pencatatan ini telah diatur bagaimana cara menghitung perolehan dan bagaimana cara mencatat biaya penyusutannya, karena nilai asset atau aktiva tetap memiliki nilai manfaat lebih dari satu tahun dan merupakan suatu bagian yang sangat penting, ditinjau dari fungsinya, dana yang diinvestasikan dan pengawasannya.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2009:16) menyatakan bahwa aset tetap adalah aset yang berwujud yang diperoleh untuk difungsikan dalam suatu kegiatan produksi barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak yang lain, atau untuk tujuan administrative dan penggunaannya diharapkan lebih dari satu periode. 

Aset tetap merupakan aset berwujud yang dimiliki suatu perusahaan dan digunakan dalam suatu kegiatan produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak yang lain atau dengan tujuan administratif Faktor yang mempengaruhi menurunnya produktivitas suatu aset tetap yaitu: secara fisik, disebabkan oleh pemakaian dan keusangan karena eksploitasi yang berlebihan dan secara fungsional, disebabkan oleh ketidakcukupan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta, sehingga penurunan kemampuan aktiva tetap tersebut dapat dialokasikan sebagai biaya.

Pencatatan nilai aktiva dalam laporan keuangan adalah dengan menggunakan nilai perolehan (historical cost). Nilai perolehan (historical cost) merupakan dasar dalam penyusunan laporan keuangan. Prinsip ini menyatakan bahwa nilai aset yang perlu dicatat adalah nilai biaya perolehan aset tersebut. 

Prinsip ini sangat memprioritaskan kevalidan nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan. Prinsip ini berpegang teguh pada apa yang sebenarnya terjadi. Penggunaan nilai perolehan juga merupakan dasar pencatatan aktiva tetap (fixed assets) sedangkan penyajiannya di neraca sebesar nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Namun nilai perolehan  dapat berdampak  pada  laporan keuangan  yang  dihasilkan  tidak sesuai  dengan  kondisi  atau keadaan yang sebenarnya karena nilai  sekarang  aset  tetap  yang diperoleh beberapa tahun lalu tidak sesuai  lagi  dengan  harga perolehan  aset  tetap  yang tercantum  di neraca.  

Adanya perbedaan nilai buku dengan nilai wajar ini mendorong perusahaan untuk menyesuaikan kondisi laporan  keuangannya  agar  dapat sesuai dengan nilai wajar. Salah satu contohnya dalah nilai aktiva berupa tanah dan bangunan. Nilai tanah dalam UU No 36 (UU PPH) tahun 2008 tidak dilakukan penyusutan, namun biasanya nilai bangunan akan mengikuti nilai tanah dimana bangunan tersebut berdiri. Nilai tanah dan bangunan pada suatu pabrik yang diperoleh pada tahun 1985 dengan luas sebesar 2.500 /m2 di Kawasan bekasi, nilai perolehannya bisa jadi hanya sebesar Rp. 50.000 /m2, namun jika atas tanah dan bangunan tsb di nilai Kembali pada tahun 2022 ini, nilai pasarnya bisa jadi akan naik menjadi Rp. 5.500.000 /m2. 

Dari contoh ini, jika kita melihat kondisi laporan keuangan (neraca) nilai tanah dan bangunan akan sangat kecil sekali, sedangkan harga wajar (fair value)jauh lebih tinggi. Contoh lainnya adalah, jika sebuah pabrik memiliki mesin produksi yang dengan harga perolehan sebesar Rp. 1.500.000.000 pada tahun 2007, setiap tahun mesin tsb dilakukan perhitungan penyusutan dan habis pada tahun 2015, namun setiap tahun perusahaan selalu menjaga dan merawat mesin dengan tidak pernaj terlambat dalam melakukan service atau perawatan. Setelah dilakukan pengecekan harga ternyata mesin tsb masih memiliki nilai sebesar Rp. 750.000.000, padahal dalam laporan keuangan (neraca)  nilainya sudah habis. Tentu hal ini akan menimbulkan ketidak akuratan informasi yang tersaji dalam laporan keuangan. Dimana sebenarnya nilai harta (aktiva) yang dimiliki perusahaan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bukunya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menyesuaikan antara nilai  buku dengan nilai  wajar  adalah dengan melakukan  revaluasi  terhadap aktiva  tetap. Revaluasi aktiva tetap adalah  suatu   penilaian kembali  atas  aktiva  tetap perusahaan,  yang  diakibatkan adanya kenaikan nilai  aktiva tetap tersebut  di  pasaran  atau  karena rendahnya nilai  aktiva tetap dalam laporan  keuangan  perusahaan yang  disebabkan  oleh  devaluasi atau  sebab  lain,  sehingga  nilai aktiva  tetap  dalam  laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai  yang wajar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline