Lihat ke Halaman Asli

Yoghi Bagus Prabowo

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Hati-Hati Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pemalsuan Surat Swab Antigen di Masa Pandemi Covid

Diperbarui: 12 Maret 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: drg. Yoghi Bagus Prabowo, MH.Kes.

Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Pemeriksaan atau tes harus dilakukan untuk menentukan seseorang apakah terinfeksi virus corona atau tidak. Swab antigen adalah tes diagnostik cepat Covid-19 yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen virus corona pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan. Antigen ini akan terdeteksi ketika virus aktif bereplikasi.

Pemberlakuan kewajiban swab antigen kepada setiap orang bahkan setiap warga hendak melakukan perjalanan ataupun melaksanakan ekspedisi ke luar kota, agar tidak hanya mencegah penyebaran Covid-19, selain itu guna mengenali serta mengantisipasi apakah seorang terinfeksi Covid-19 ataupun tidak. 

Pemberlakuan ketentuan bawa pesan hasil swab antigen negative untuk warga yang hendak bepergian serta melaksanakan ekspedisi ke luar kota, sudah dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab dengan mengambil keuntungan dari suasana semacam ini buat keuntungan diri sendiri dengan metode melaksanakan pemalsuan hasil swab antigen negative, yang setelah itu surat hasil tersebut diperjual belikan kepada warga yang memerlukan. 

Memilah memakai surat hasil swab antigen negative palsu, oleh seorang yang hendak bepergian ataupun melaksanakan ekspedisi ke luar kota, pasti mempunyai bermacam alibi, salah satunya merupakan sebab malas buat melaksanakan swab antigen, sebab mau kilat memperoleh surat hasil swab antigen negatif tanpa butuh antri, setelah itu sebab harga yang lebih murah dari yang asli, dan pula sebab alibi yang lain.

Pada Pasal 263 KUHP menyatakan: (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Begitu pula yang terdapat pada Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa: (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap: 1. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan; (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Menurut R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentarnya pada setiap pasalnya mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin ketik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang: 1. dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain); 2. dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya); 3. dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau 4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun penjabaran dari bentuk-bentuk pemalsuan surat menurut Soesilo dilakukan dengan cara: 1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya.; 2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.; 3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.; 4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline