"In the long run we are all death." Begitulah yang dilontarkan Keynes dalam mengkritik pandangan klasik tentang mekanisme pasar dan kegagalan pasar yang disebabkannya. Seperti halnya tubuh manusia, sistem ekonomi dapat sehat namun juga dapat sakit karena 'patogen' tertentu. Pandangan klasik menekankan bahwa ketika ekonomi jatuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri (self correcting). Namun Keynes berpendapat bahwa hal ini dapat berlangsung sangat lama bergantung pada akar masalah yang menyebabkan ekonomi tidak berada di tingkat keseimbangannya. Oleh karena itu, Keynes memperbolehkan adanya campur tangan pemerintah dalam mengatasi gejolak ekonomi sehingga ekonomi cepat pulih.
Campur tangan pemerintah dapat berasal dari otoritas moneter dan fiskal. Dalam ranah kebijakan moneter, kebijakan moneter digunakan oleh otoritas moneter untuk menstabilkan harga (inflasi). Tujuan kebijakan moneter utamanya untuk menjaga agar harga-harga secara umum tidak berfluktuasi tajam. Fluktuasi harga yang tajam atau kenaikan inflasi dapat merugikan para pelaku ekonomi karena mengurangi daya beli. Inilah yang dimaksud Keynes, tanpa adanya campur tangan pemerintah kita akan 'mati' dalam jangka panjang.
Stabilisasi harga merupakan single purpose dari kebijakan moneter. Namun seiring dengan perkembangan dan dinamika perekonomian, kebijakan moneter kemudian berkembang menjadi multipurpose misalnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas harga seperti yang tengah diterapkan Bank Indonesia saat ini serta pengangguran dan stabilitas harga seperti yang diterapkan oleh the Fed.
Sering kali kita mendengar atau membaca berita bahwa setiap bulannya Bank Indonesia mengeluarkan suku bunga (BI Rate). Suku bunga ini merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dan bank sentral lainnya untuk mempengaruhi stabilitas harga. Suku bunga bank sentral bukan hanya sebuah angka tanpa makna, namun angka ini diterapkan berdasarkan mekanisme dan aturan tertentu. Hal ini membuat BI Rate disebut sebagai kebijakan berdasarkan atas aturan (policy rule). Salah satu acuan yang digunakan dalam penentuan adalah formulasi Taylor Rule. Formulasi ini melibatkan angka inflasi, inflasi target, tingkat output, dan tingkat output potensial.
Namun sering kali pemodelan ekonomi menggunakan data masa lalu tidak dapat dijadikan sebagai patokan dalam menentukan kebijakan untuk masa depan (forward looking). Seringkali ekonomi mengalami kejatuhan yang luar biasa. Sebagai contohnya krisis moneter tahun 1998 dan pandemi covid-19. Pendekatan rule policy tidak dapat menangkap kondisi yang seperti ini, Bank Sentral kemudian mengembangkan kebijakan yang berada di luar aturan formal atau yang kemudian disebut sebagai discretion based policy. Bank Indonesia pernah melakukan kebijakan ini sewaktu pandemi dengan membeli SBN pemerintah pada pasar primer sebagai langkah pemulihan ekonomi. Meskipun hal ini dikritik oleh sebagian ahli ekonomi sebagai tindakan yang dapat mengancam independensi dan kredibilitas Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Apakah Taylor Rule Benar-Benar Diterapkan dalam Penentuan Suku Bunga Kebijakan?
Taylor Rule diperkenalkan oleh seorang ekonom bernama John Taylor ditahun 1993. Dalam aturan ini disebutkan bahwa suku bunga bank sentral harus lebih tinggi ketika berada di atas target inflasi Bank sentral dan suku bunga yang lebih rendah ketika inflasi melambat. Secara umum aturan ini dijadikan sebagai pedoman bagi bank sentral yang menerapkan kerangka target inflasi (inflation targeting framework) dalam kebijakan moneternya.
Namun sebenarnya, suku bunga ditentukan tidak hanya berdasarkan pada mekanisme Taylor. Bahkan the Fed sendiri tidak serta merta menggunakan Taylor Rule sebagai dasar pijakannya. Terdapat faktor lainnya yang turut serta mempengaruhi suku bunga kebijakan misalnya kebijakan fiskal oleh pemerintah hingga fluktuasi ekonomi global.
Bahkan pada negara-negara berkembang, suku bunga juga ditentukan menurut arah kebijakan moneter the Fed atau bank sentral negara-negara maju. Misalnya saja suku bunga BI Rate umumnya mengikuti pergerakan suku bunga the Fed dengan tetap menjaga gap antara BI Rate dan the Fed. Hal ini ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar atau menjaga agar tidak terjadi capital outflow yang berlebihan.