Lihat ke Halaman Asli

Yoga Suganda

Abdi Negara

Bandung 23 September

Diperbarui: 29 September 2018   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bandung 19 Oktober. Ada yang ingat judul lagu Seurieus Band yang dirilis medio 2006 itu? Sekira dua belas tahun berselang, Bandung, 23 September 2018 seperti memiliki benang merah dengan "tragedi" di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.

Walau lelah ku coba... Tuk menggapai hatimu

Rindu slalu mengganggu... Tuk selalu dekatmu

 

Sgala yang kuberi... Tak pernah berarti

Berat terasa... Habiskan darahku.. Menusuk tulangku, yang lelah...

Perasaan almarhum Rangga, Ricko, Haringga, atau siapapun yang menjadi korban kekerasan mungkin seperti tergambar dalam penggalan lirik lagu yang dinyanyikan dengan suara khas dari Candil (sang vokalis) tersebut. Seseorang yang berusaha sekuat tenaga serta berkorban semampunya untuk sesuatu yang dicintai, namun ternyata membahayakan dan bahkan merenggut nyawanya sendiri.

Tragedi kelam di sepakbola Indonesia terulang lagi. Sampai dengan bulan kesembilan di tahun 2018, setidaknya ada tujuh belas orang suporter meregang nyawa. Semurah itukah nyawa melayang di sepakbola, yang "katanya" hiburan terbaik yang pernah diciptakan Tuhan di dunia? 

Rasanya sudah cukup lelah kita membaca dan melihat artikel, foto, video terkait kekerasan suporter dan kemudian bertanya, "selanjutnya apa?". Perlukah ada lagi tragedi kelam sepakbola nan ikonik macam Jakarta 28 Oktober? Surabaya 4 November? Saya pribadi tidak ingin lagi ada trending topic di medsos dengan tagar serupa "#RIPHaringga" atau "#RIPRangga", apalagi "#SiapPakEdy". Tagar atau hashtag "#AkhiriPermusuhan" atau "#PenakSeduluran" rasa-rasanya lebih menyejukkan dan mendinginkan suasana, sedingin klub manapun yang berada di puncak klasemen.

Tidak semua fans sepakbola menginginkan berdamai dengan rival abadi mereka, pun demikian di belahan bumi manapun. Takkan ada yang sudi klub kebanggannya dikalahkan klub lawan, apalagi direndahkan. Namun, jika Anda memilih berdiri di sisi lain dan tak ingin kehilangan akal sehat apalagi kehilangan kawan dekat karena kekerasan dalam sepakbola, Saya ingin berbagi beberapa langkah jangka pendek dan jangka panjang yang bisa (bersama-sama) kita tempuh menuju perdamaian, antara lain:

1. Berkumpulnya (lagi) pentolan elemen supporter, tanpa diskriminasi, dan difasilitasi media, federasi, dan menteri. Bukankah "pertemuan ini adalah kabar"?, mengutip dari salah satu lirik lagu sepakbola. Turunkan ego masing-masing, serendah-rendahnya, bahkan hingga lebih rendah dari liang peristirahatan mereka yang berpulang karena kekerasan suporter lawan atau aparat berseragam. Jika tidak bisa (baca: tidak mau) maka tidak perlu untuk melanjutkan membaca tulisan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline