Lihat ke Halaman Asli

Yoga Prasetya

Penjelajah

Menyepi, Seberapa Sayang Murid pada Guru?

Diperbarui: 3 Maret 2022   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyepi, Seberapa Sayang Murid pada Guru?

Di libur nasional dalam rangka hari suci nyepi, saya merenungkan perjalanan karier saya sebagai seorang guru. Baru 11 tahun saya menjadi guru. Ada suka maupun duka.  Terkadang, saya berhasil menyelesaikan masalah, kadang juga gagal.

Bagaimana indikator keberhasilan guru? Apakah berhasil membuat muridnya berprestasi di tingkat internasional? Apakah berhasil membuat muridnya diterima di sekolah lanjutan terbaik lalu mendapatkan pekerjaan yang luar biasa?

Kalau indikatornya demikian, tentu saya sudah "merasa berhasil". Murid saya banyak yang mendapatkan medali internasional di bidang bahasa, karya ilmiah, dan sains. Banyak di antara mereka yang saat ini kuliah di kampus terbaik dan sukses menjalankan bisnis ketika berstatus mahasiswa.

Namun, bagaimana jika indikatornya adalah rasa sayang murid kepada gurunya? Nampaknya, akan terjadi fluktuasi. Kadang sayang, kadang tidak. Begitulah hakikat kehidupan. Tidak bisa tetap.

Berawal dari tahun 2011, pertama kali saya menjadi guru di lembaga belajar setingkat PAUD dan TK. Setiap hari, saya mendapatkan amanah tambahan mengantarkan sang anak dari tempat sekolah ke rumahnya. Murid tersebut sangat senang dengan kehadiran saya, sehingga orang tuanya tampak sedih ketika saya memutuskan untuk "resign".

Tahun 2012, saya "naik pangkat" menjadi guru privat murid SD di Jember untuk menambah pengalaman. Pukul 5 sore hingga 7 malam, saya menemui murid di rumahnya. Murid dan orang tua tersebut pernah menganggap saya sebagai bagian dari keluarga mereka. Namun, karena miskomunikasi, akhirnya saya diberhentikan. Hikmahnya, saya bisa fokus kuliah dan bisa memperbaiki IPK yang awalnya didominasi huruf B, menjadi A.

Tahun 2013, saya mengajar di salah satu SMPN Jember sebagai guru PPL. Selama tiga bulan saya belajar lebih intensif, karena lingkungannya jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Saya datang ke sekolah paling pagi di antara teman-teman guru PPL dan pulang paling siang untuk ikut kegiatan ekskul di sekolah. Sewaktu perpisahan, saya pun dinobatkan sebagai salah satu guru PPL favorit murid-murid.

Tahun 2014, seorang kawan di lembaga belajar memberikan pekerjaan kepada saya. Selama sebulan, saya akan menjadi guru SMA program khusus. Kegiatan ini dilakukan di Politeknik Negeri Jember. Banyak kenangan bersama murid-murid sewaktu belajar, hingga mereka berhasil diterima di berbagai universitas ternama di Indonesia.

Tahun 2015, saya memutuskan untuk lanjut kuliah S2 di Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2016, saya menjadi dosen magang selama satu semester. Para mahasiswa banyak membantu penelitian saya secara sukarela. Mungkin, karena saya memosisikan diri sebagai sahabat belajar mereka. Bukan dosen yang menganggap mahasiswa adalah bawahan. Hingga, saya lulus paling cepat di program Pascasarjana dan mendapatkan nilai cumlaude.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline