Lihat ke Halaman Asli

Yoga Prasetya

Penjelajah

Hakikat Kritik dalam Sebuah Puisi Kemerdekaan

Diperbarui: 18 Agustus 2021   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Canva Yoga Prasetya

Hakikat Kritik dalam Sebuah Puisi Kemerdekaan

Lelaki itu suka menghakimi golonganku sebagai kelompok sesat. Menurutnya, pujangga itu gila.

Mengapa orang yang tidak sejalan dengannya selalu dapat julukan sesat? Apakah kebenaran hanya milik dia sendiri?

Puisi ini adalah bentuk kritikku padanya. Kepada orang yang mudah melafalkan kata sesat untuk lainnya.

Dalam hening puasa tasua, hati lebih jernih untuk menulis. Memang setiap insan bebas merdeka mengungkapkan kata-kata.

Yang selalu dia ucapkan: haram bermusik, jauhi berpuisi. Bahkan, namaku saja dilabelinya tidak islami.

Yoga bukan selalu bermakna filsafat Hindu. Atau senam kesehatan. Namun, dalam bahasa Jawa, Yoga adalah putra atau anak.

Prasetya bukan berarti tidak setia. Atau belum setia. Dalam bahasa Jawa, Prasetya adalah memegang teguh niat atau janji.
---
Pada hakikatnya, kritik itu bukan sekadar memberi kecaman atau tanggapan. Lebih dari itu, kritik membuat kita belajar melihat sisi lainnya.

Rumah Bersama, 9 Muharam 1443 H
Puisi Kemerdekaan Yoga Prasetya bagian 53

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline