Lihat ke Halaman Asli

Yoga Prasetya

Penjelajah

Ketika Jiwa Melangkah (Bagian 13)

Diperbarui: 29 Oktober 2021   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Gus Pras (Canva)

Ketika Jiwa Melangkah (Bagian 13)

Kita membicarakan kepedihan dan kemiskinan dalam pahit kehidupan. Khayalan terselip di dada yang berpaling dari doa. Kemuliaan sudah sirna disesatkan fatamorgana.

Nada apa yang kau dengar ketika tidur? Merdukah suara biduan yang berbalut emas dan bertabur berlian di sandangnya? Adakah kau sedang bermimpi memiliki kerajaan di bumi?

Ah, kita, aku, ingin sendiri saja. Sembahyang berulang-ulang hingga bayang berhenti bergerak. Ketika jiwa melangkah, dunia tiada menjadi penunjuk jalan.

Aku ingin bersujud dengan melepaskan mahkota, menguburnya dalam tanah tersembunyi. Jiwa ingin bebas dari belenggu ruang dan waktu.

Berjalan seperti air, mengalir menuju samudera. "Jika aku tiada melihat Kau, sesungguhnya Kau pasti melihatku." Tiada lagi perbedaan antaragama.

Sungguh, itu hanya jalan bukan tujuan. Jika kau telah fanatik, maka kau sudah ditipu manusia bermata satu. Dia mengubah firman Tuhan, menghalalkan darah, dan menciptakan ilusi tatanan dunia baru.

Gus Pras/Yoga Prasetya
Malang, 29 April 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline