1 Januari 2016
Panggil dia Superstar.
Superstar merupakan pelatih termuda di Liga 1 Indonesia. Saat ini, ia sedang menukangi klub promosi Madura FC. Di usianya yang masih 30 tahun, Superstar mampu menunjukkan kelasnya dalam meracik strategi.
Hal itu terbukti dengan keberhasilannya membawa Madura FC juara Liga 2 dan promosi ke Liga 1 Indonesia musim ini. Bukan sekadar juara, Superstar memiliki catatan apik dengan kemenangan beruntun 20 kali dan tanpa kekalahan selama semusim di Liga 2. Bahkan, anak asuhnya banyak yang dipanggil untuk membela tim nasional Indonesia di pertandingan persahabatan.
Awalnya, Superstar hanyalah asisten pelatih Diaz asal Argentina yang menangani Madura FC di musim 2015. Kekalahan lima kali di awal musim membuat Diaz didepak manajemen klub. Bak jatuh tertimpa tangga, pihak klub harus memberikan pesangon kepada Diaz sebagai konsekuensi pemecatan.
Di tengah krisis finansial Madura FC, Superstar menjadi "caretaker coach" hingga akhir musim. Target manajemen hanya satu. Madura FC bisa bertahan di Liga 2.
Menjadi tim kuda hitam membuat skuad asuhan Superstar sering diremehkan lawan. Padahal, secara kualitas pemain sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tim lain di divisi 2.
Momen "diremehkan" itulah yang dimanfaatkan Superstar. Alhasil, mereka mengawali lima pertandingan dengan kemenangan beruntun yang berlanjut hingga akhir musim tanpa merasakan kalah. Apa yang istimewa dari Superstar?
Sebenarnya, kelebihan Superstar dibandingkan dengan pelatih lain hanya satu. Motivasi. Di samping lapangan, Superstar selalu terlihat ekspresif. Ia bisa membakar semangat para pemain dan menjaga kondisi mental mereka stabil.
Begitulah potret singkat Superstar di musim lalu. Musim berganti masalah perdana muncul. Pemain andalan Madura FC musim lalu, Abimanyu dan Imbiri resmi pindah menuju klub Argentina.
"Pak Presiden? Mengapa Anda menjual dua pemain bintang kita?" Protes Superstar kepada Presiden Madura FC.