Lihat ke Halaman Asli

Yoga Prasetya

Penjelajah

Berbagi Kisah Membina Anak Menulis Dongeng hingga Juara Tingkat Nasional

Diperbarui: 29 November 2020   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Anak-anak menulis dongeng bersama Pak Yoga dan Pak Faizal (Dokpri)

"Selamat hari dongeng 2020"

Apakah kita tahu bahwa hari dongeng nasional diperingati setiap tanggal 28 November? Mari kita rayakan dengan berdongeng ria di rumah masing-masing. Kalau di Kompasiana, saya rekomendasikan membaca dongeng-dongeng karya Mas Indra Rahadian, rekan saya sewaktu di Komunitas Penulis Berbalas (KPB).

Flashback ke tahun 2017, saya dan anak didik memperingati hari tersebut dengan ikut memeriahkan lomba menulis dongeng tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 

Bersama Pak Faizal, kami membina beberapa anak didik yang suka menulis fiksi khususnya dongeng. Kebetulan, materi bahasa Indonesia kelas 7 adalah teks fabel. Jadi, sekalian anak-anak belajar teori di kelas dan praktik di ajang lomba.

Ada lima hal menarik yang bisa saya ceritakan saat membina anak-anak lomba menulis dongeng. Suka duka, marah tertawa, bahagia sedih menjadi satu dalam bingkai memori. Berikut kisah lugasnya.

1. Susahnya Mencari Anak yang Mau Ikut Lomba

Di sekolah kami, ada sekitar seribu siswa, mulai dari kelas 7 hingga 9. Namun, dari ribuan itu yang tertarik ikut lomba menulis dongeng hanya ada tujuh siswa. Saya ingat-ingat lagi nama panggilan mereka, mulai dari Cahaya, Aliya, Najwani, Khayla, Frida, Devi, hingga Yavi.

Ketujuh anak tersebut ibarat air telaga di padang tandus. Bagi saya, mereka adalah anugerah terindah yang harus dibimbing hingga berhasil membuat dongeng yang menarik. Ya, saya ndak muluk-muluk. Yang penting mereka punya pengalaman lebih dulu.

2. Suka Duka Saat Pembinaan

Kami melakukan pembinaan di lantai tiga perpustakaan MTsN 1 Kota Malang. Beruntung, sekolah kami memiliki referensi buku yang memadai. Jadi, anak-anak tidak perlu membawa buku bacaan dari rumah.

Masalah muncul ketika anak-anak kurang disiplin ketika datang ke perpustakaan. "Mood" mereka kadang memang menjadi momok bagi saya dan Pak Faizal. Itulah tantangan sesungguhnya bagi seorang guru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline