Lihat ke Halaman Asli

Yoga Prasetya

Penjelajah

Sampai Kapan Belajar di Rumah?

Diperbarui: 26 September 2020   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: wartakota.tribunnews.com

"Tubuhku terguncang, dihempas batu jalanan. Sayang engkau tak duduk di sampingku, kawan."- Ebiet G Ade

Ketika kemarin saya potong rambut, tukang cukurnya yang kebetulan seorang wali murid mengeluh dengan adanya kebijakan belajar di rumah. Anaknya yang sebelum pandemi sudah malas, kini semakin menjadi malas. Malas kuadrat katanya.

"Lha, mall saja buka. Kenapa sekolah enggak?"

"Kerumunan pilkada dibolehkan, kenapa kerumunan belajar tidak boleh?"

"Saya tidak bisa mendampingi anak belajar karena harus mencari nafkah, mas."

Itulah, cuplikan curahan hati seorang wali murid. Saya hanya bisa menabahkan hati beliau karena tidak ada kebijakan yang dapat saya buat. Saya pun yakin, di luar sana juga banyak wali murid yang perasaannya sama dengan pak tukang cukur ini.

Perlu digarisbawahi bahwa saya tidak menyalahkan kebijakan pemerintah karena peristiwa belajar di rumah dilaksanakan seluruh dunia bukan hanya Indonesia.

Merujuk pada mediaindonesia.com, guru dan murid di Finlandia positif covid19 setelah mencoba belajar di sekolah. Akhirnya, sekolah tersebut kembali menerapkan belajar dari rumah. 

Adanya teknologi memang membantu dalam menyampaikan materi. Namun, untuk pendidikan karakter, teknologi masih belum bisa menggantikan guru. Yang mampu membantu guru menanamkan pendidikan karakter di masa pandemi hanyalah wali murid.

Bagi saya, masa-masa pandemi seperti ini terasa sangat menyakitkan. Layaknya lirik Berita Kepada Kawan gubahan penyanyi legendaris, Ebiet G Ade. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline