Pergi ke suatu tempat tanpa kepanasan atau kehujanan, duduk di kursi empuk berhawa sejuk yang berasal dari kisi-kisi AC, sambil mendengarkan musik favorit. Kira-kira begitulah kenyamanan pergi dengan mobil pribadi, apalagi hasil keringat sendiri. Tetapi tunggu dulu apabila anda tinggal di Jakarta dan sekitarnya, karena ide ini hanya akan menambah kemacetan lalu lintas yang akhirnya akan melatih kesabaran anda sekaligus menyusahkan pengguna jalan lain, baik sesama pengendara mobil, pengendara motor, pengendara sepeda, terlebih lagi para pejalan kaki yang ruang geraknya bertambah sempit.
Bagi kawan-kawan yang sudah menggunakan mobil sedari dulu memang susah untuk mengurangi penggunaannya ketika bepergian, saya tidak munafik dan tahu betul enaknya naik mobil seperti yang sudah saya sebutkan di awal tadi karena banyak diantara teman saya yang sudah menjadikan mobil sebagai alat transportasi sehari-hari di Jakarta ini.
Tak jarang pula saya diberikan tumpangan gratis dan saya pun merasa menjadi orang yang paling beruntung seketika itu karena memilik teman yang baik. Namun kembali lagi, bagi teman-teman yang belum memiliki mobil seperti saya ini alangkah lebih baiknya jika berpikir dulu sebelum memutuskan untuk membeli mobil, baik mobil bekas maupun mobil baru. Akan tetapi jika punya niatan membeli mobil bekas dari Jakarta dan sekitarnya untuk dipakai di kampung halaman saya dukung sekali rencana itu.
Hakikat mobil adalah alat transportasi untuk memudahkan manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam perkembangannya ada beberapa motif dalam memiliki mobil ini, ada yang memang benar-benar butuh, ada yang menjadikan mobil sebagai hobi, dan ada pula yang menjadikan mobil sebagai tolok ukur kesuksesan serta prestise. Selain itu ada pula yang menganggap mobil sebagai kombinasi dari hal-hal yang sudah saya sebutkan dalam kalimat sebelum ini.
Bagi yang menganggap mobil sebuah kebutuhan dapat kita lihat misalnya pada pedagang-pedagang pasar yang mengangkut barang dagangan dengan volume yang tidak mampu ditampung oleh alat transportasi yang lebih kecil, motor misalnya. Bagi yang menganggap mobil sebagai hobi dapat kita lihat pada orang-orang yang suka memiliki mobil-mobil tipe dan merk tertentu, biasanya yang sudah agak tua, namun ada pula yang hobi mengkoleksi mobil mewah. Sedangkan bagi yang menganggap mobil sebagai tolok ukur kesuksesan adalah pegawai-pegawai baru yang dengan memiliki mobil baru maka dianggap sukses menurut pandangan mereka. Tidak dipungkiri juga saya sempat berfikir begitu, kumpulkan uang lalu setelah cukup beli mobil dan dipakai harian di kota Metropolitan ini. Saya sendiri adalah seorang penggemar berat mobil tipe tertentu.
Apalagi mobil mewah, ketika mengendarai motor dijalan dan melihat begitu banyak mobil mewah berseliweran di jalalanan Jakarta seringkali fokus pandangan yang harusnya berada pada jalan didepan tiba-tiba berbelok ke mobil tersebut, persis seperti ketika ada perempuan cantik yang tiba-tiba lewat di depan mata. Khayalan pun semakin menjadi ketika saya berimajinasi bisa memiliki dan mengendarai mobil-mobil mewah itu. Namun setelah saya pikir-pikir pilihan membeli mobil baru, bahkan yang murah sekalipun bukanlah pilihan yang bijak, mengingat Jakarta ini semakin hari semakin macet.
Tak perlu dijelaskan lagi secara detail, karena sudah banyak tulisan-tulisan, berita di media massa maupun media sosial, atau studi yang memaparkan mengenai kemacetan dan solusinya. Susah memang untuk menyelesaikan masalah yang satu ini, saya sendiri mungkin kebingungan jika menjadi pejabat yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan masalah ini. Permasalahan intinya adalah keterbatasan kapasitas jalan-jalan Jakarta untuk menampung mobil-mobil yang terus bertambah tak terkendali.
Memang jika melihat satu mobil dimensinya tidak seberapa, akan tetapi jika semua orang yang tinggal di Jakarta ini berpikir demikian wajar jika sampai hari ini Jakarta semakin bertambah macet. Belum lagi rumah-rumah yang tidak memiliki garasi tetap memaksakan untuk memiliki mobil, maka tak jarang mobil itu akan diparkir di tempat kosong yang agak jauh dari rumah, atau dipinggir jalan walaupun mepet sekali dengan got yang bila salah belok sekian derajat saja bisa terperangkap di got tersebut. Saya kadang juga merasa bahwa orang-orang lebih baik memiliki mobil tapi tidak memiliki rumah, daripada memiliki rumah namun tidak memiliki mobil. Begitu pula bila kita lihat di jalan-jalan kampung pada jam berangkat maupun pulang kerja, lebar jalan yang seharusnya ideal untuk 1 mobil dipaksakan untuk dilewati 2 mobil jika berpapasan berlawanan arah, akhirnya kemacetan juga terjadi di jalan-jalan perkampungan sekalipun. Saya pikir kemacetan di kota ini sudah tidak dapat dihindari selihai apapun dalam mencari jalan tikus.
Saya akui jika saat ini transportasi publik di Jakarta belum seperti yang kita harapkan, busway dan KRL seringkali tidak biasa diandalkan ketepatan waktunya, belum lagi jika penuh sesak ketika jam-jam sibuk. Jika kita lihat saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang sedang membangun infrastruktur-infrastruktur untuk meningkatkan transportasi publik ini, antara lain dengan membangun MRT dan flyover busway yang membentang dari Tendean sampai Ciledug. Akankah proyek ini berhasil mengurangi kemacetan ketika telah selesai dikerjakan nanti?. Tidak ada yang tahu jawabannya bukan. Daripada kita bingung memikirkan jawaban tersebut, lebih baik kita sedikit membantu pemerintah dengan berpikir sejenak sebelum membeli mobil baru di kota Jakarta tercinta ini.
Sebenarnya tak hanya mobil saja, motor pun semakin hari juga bertambah banyak. Saya sendiri sebagai pengguna motor juga merasa berdosa membawa motor dari daerah saya di Jawa ke kota Metropolitan ini. Namun bagaimana lagi, jika mengandalkan transportasi umum tidak memungkinkan, mungkin ini juga yang dirasakan oleh pengguna mobil. Maka dari itu bagi yang belum memiliki alat transportasi pribadi maupun yang sudah memiliki motor dan ingin membeli mobil, marilah kita berpikir sejenak. Lebih baik lagi jika bisa mengurungkan niatan itu. Jika bukan kesadaran kita sendiri, lalu siapa lagi?. Karena pemerintah pun sampai hari ini belum bisa menetapkan peraturan yang secara signifikan dapat menekan pertambahan mobil baru seperti di Singapura misalnya, terlebih lagi bagi kalangan menengah ke atas yang mungkin memiliki lebih dari 1 mobil di rumahnya.
Belakangan ini kita juga sering mendengar bahwa dua pabrikan mobil asal jepang sedang meluncurkan mobil jenis SUV terbarunya, masing-masing perusahaan otomotif ini sudah mengklaim mempu menjual sekian ribu unit kendaraan. Disisi lain hal ini mengindikasikan semakin banyaknya orang yang mampu membeli mobil kelas menengah keatas itu, harus senang atau sedih?, akankah mayoritas pembeli itu tinggal di Jakarta?, semoga saja tidak. Tak mau kalah, kalangan menengah ke bawah juga ingin memiliki mobil, alternatifnya adalah mobil-mobil bekas atau mobil baru LCGC (Low Cost Green Car) yang marak dipasarkan belakangan ini. Maka semakin menjadilah kemacetan ini, kemudian muncul lagi imajinasi alangkah leganya jalan di Jakarta ini jika yang mempunyai mobil adalah orang yang benar-benar kaya dengan mobil super mewahnya dan tidak ada mobil kelas menengah karena orang-orang kelas menengah dan kelas di bawahnya lebih memilih menggunakan transportasi publik atau sepeda onthel.