Lihat ke Halaman Asli

ignatio yoga permana

FISIP UAJY '17

Kompas.id Sebagai "The New York Times" Indonesia

Diperbarui: 19 April 2020   17:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bentuk Laman Platform Kompas.id

Ditengah Pandemi Coronavirus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Atma Jaya Yogyakarta Program Studi Ilmu Komunikasi mengadakan kuliah dalam jaringan (Daring) dengan mengundang narasumber yaitu Haryo Damardono, sebagai Deputy Managing Editor at Kompas Daily Newspaper (Rabu, 15/04/2020) pukul 13.00 WIB dengan mengangkat tema Jurnalisme Multimedia di Kompas.id.

Diawali dengan sesi bercerita tentang kompas.id oleh Haryo, bahwa kompas.id ini merupakan koran harian kompas versi digitalnya, lalu sebenarnya ada hal-hal yang berbeda diantara kompas.id dan kompas.com yaitu: 

  1. Pada kompas.id semua tulisan berita benar-benar dikerjakan oleh wartawan harian kompas, sedangkan pada kompas.com terdapat tim-tim yang mengerjakannya.

  2. Lalu ini juga berkaitan dengan konten yang ditayangkan oleh kompas.id ini isi konten berita tidak beda jauh dari harian kompas.

  3. Pada model pendapatan atau bisnisnya pada kompas.id ini tidak ingin dikooptasi oleh iklan platform media sosial, sehingga modal yang didapatkan adalah biaya langganan yang dibayarkan oleh para pembaca kompas.id, sehingga sebenarnya pada bagian pendapatan sebagai modal oleh kompas.id meniru seperti halnya sistem yang dilakukan juga oleh New York Times.

Meskipun terdapat banyak kritikan terhadap sistem Marketing yang kurang baik, Haryo mengatakan kami secara diam-diam lalu juga banyaknya pergulatan di internal kita akhirnya dapat dibuktikan di 2017-2018 kami berhasil merintis kompas.id. 

"Pergulatan yang cukup besar tersebut sebenarnya karena kami membangun platform ini secara mandiri, dikerjakan oleh orang-orang dengan latar belakang yang juga tidak memiliki kebiasaan pada teknologi digital. Seperti saya sendiri pun saat masuk kompas tahun 2003, dimana saya masih mengalami penggunaan mesin tik dalam mengerjakan mengerjakan berita. Namun kemudian kami bisa berjuang untuk pencapaian sebagai jurnalis berbasis multimedia." jelas Haryo.

Mengenai pertanyaan bagaimana penerapan jurnalisme multimedia pada kompas.id terbentuk dan berkembang hingga saat ini ini. Haryo mengatakan bahwa wartawan kompas juga merupakan profesi yang mengerjakan sekaligus dua platform baik itu cetak yang kita kerjakan di malam hari maupun digitalnya yaitu kompas.id yang kita kerjakan di pagi hari dan siang hari. 

Tentunya perjuangan pengiriman berita ini akan berbeda dengan sistem terdahulu dimana wartawan saat ini dituntut untuk mengirimkan beritanya dengan deadline maksimal empat jam setelah peliputan, dan malam harinya kita dapat mengerjakan untuk platform cetaknya.

Undangan Kuliah Daring lewat Platform zoom meeting

"Maka pada bagian teknis pengerjaan berita pun berbeda dengan yang dulu, untuk wartawan  saat ini tidak hanya saja menulis namun juga memiliki keahlian dalam memotret (foto), membuat video, live report yang mengharuskan wartawan sekaligus menjadi host tentunya juga berkat kemajuan di bidang teknologi digital komunikasi dan informasi yang memudahkan wartawan dalam penggunaan alat liputan." kata Haryo. Hal tersebut juga sejalan dengan konsep yang dibentuk oleh Media kompas yaitu 3M (Multimedia, Multichannel, Multiplatform). 

Kompas.id juga diuntungkan dengan hasil berita yang lebih dalam atau kompleks dibanding platform cetaknya, dimana jika pada platform digitalnya kita tidak perlu memikirkan tentang jumlah kolom baris seperti pada cetak yang terbatas sehingga pada kompas.id sebenarnya dapat dikatakan memiliki informasi yang lebih dalam dan luas karena dapat menampilkan konten yang cukup banyak versi yang juga model interaktif. 

Model interaktif antara pembaca dengan medianya ini sedang berusaha disempurnakan oleh kompas.id, seperti contohnya menggunakan sistem penyaringan pada kolom komentar pembaca atau pelanggan yang tidak isi komentarnya tidak hanya menyampaikan sebagai hiburan semata melainkan komentar-komentar yang kritis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline