Lihat ke Halaman Asli

ignatio yoga permana

FISIP UAJY '17

Bregada Surakarsa sebagai Pengawal Gunungan

Diperbarui: 12 November 2019   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bregada Surakarsa saat berjaga pada rangkaian upacara sekaten di Pagelaran Keraton, Rabu (06/11/2019) pukul 19.15 WIB. Foto: Media Indie/Ignatio Yoga.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selain terkenal sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga akrab disebut sebagai Kota Budaya. Dapat disaksikan, bahwa Yogyakarta hingga kini masih sangat kuat menjaga dan melestarikan kekayaan budaya. Sekaten merupakan gelaran upacara adat yang cukup terkenal di Yogyakarta. Upacara ini diselenggarakan setiap tanggal 5 Maulid berdasarkan penanggalan Jawa. 

Diadakan terkait menjelang hari lahir Nabi Muhammad, kegiatan sekaten biasa dilakukan di alun-alun utara Yogyakarta. Upacara ini berlangsung selama 7 hari. Umumnya tradisi ini juga dibarengi dengan adanya pasar malam, sebagai salah satu bentuk dalam memeriahkan Sekatenan.  Menjelang perayaan Sekaten usai, upacara akan ditutup dengan Grebeg Maulud, yakni pada 12 Rabiul Awal (tepat hari lahir Nabi Muhammad).

Ritual ini ditandai dengan adanya gunungan tinggi yang tersusun dari beras ketan, makanan pokok, sayur, serta buah-buahan yang dikawal oleh 10 macam Bregada (kompi) prajurit keraton: Wirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrirejo, Surakarsa, dan Bugis. Gunungan ini diarak dari Istana Kemandungan ke Masjid Gedhe Kauman. 

Salah satu Bregada yang berjaga pada rangkaian sekaten yang saya temui ketika berkunjung di Pagelaran Keraton, Rabu (06/11/2019) adalah Bregada Surakarsa. Kemudian saya bertemu dan melakukan wawancara bersama perwira atau biasa disebut Panji Bregada Surakarsa, yang bernama lengkap Budiono. "Bregodo Surokarso ini merupakan salah satu dari sepuluh Bregodo (prajurit) yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta" Ujar Budiono. 

Bregada Surakarsa. Foto: Media Indie/Ignatio Yoga.

Budiono menambahkan, Bregada Surakarsa berasal dari kata sura dan karsa. Kata sura berarti berani, sedangkan karsa berarti kehendak. Secara filosofis Surakarsa bermakna prajurit yang pemberani dengan tujuan selalu menjaga keselamatan Adipati Anom (Putra Mahkota). Dalam upacara Garebeg, Bregada Surakarsa bertugas mengawal gunungan yang dibawa ke Masjid Gedhe. Bregada Surakarsa ini berjumlahkan 38 prajurit, dengan 1 perwira (panji) sebagai pemimpinnya.

Bregada Surakarsa dengan atribut prajurit lengkap. Foto: Media Indie/Ignatio Yoga. 

"Klebet (pakaian) prajurit Surakarsa adalah Pareanom, bentuknya empat persegi panjang, warna dasar hijau, di tengahnya ada lingkaran dengan warna kuning. Pareanom berasal dari kata pare (sejenis tanaman berbuah yang merambat) dan kata anom yang berarti muda. Klebet ini memiliki makna bahwa Surakarsa adalah pasukan yang selalu bersemangat dengan jiwa muda." Jelas Budiono.

Waos (tombak) yang digunakan sebagai senjata pertahanan milik Bregada Surakarsa. Foto: Media Indie/Ignatio Yoga.

Bregada juga dilengkapi dengan senjata yang digunakan sebagai alat pertahanan mereka. Senjata Bregada Prajurit Surakarsa adalah tombak (waos). Tombak pusakanya bernama Kanjeng Kiai Nenggala dengan bentuk ujung (dapur) yang dinamakan banyak Angrem. Pada saat berjalan mengawal gunungan Bregada Prajurit Surakarsa ini diiringi dengan tabuhan dari suara Gendhing Plangkenan.

Bregada Surakarsa tampak gagah dalam menjaga prosesi kegiatan sekaten Yogyakarta. Foto: Media Indie/Ignatio Yoga.

"Untuk masa kerja sebagai Bregodo, dari Keraton sendiri tidak mematok usia sehingga ketika ada prajurit dengan usia lanjut namun masih kuat dalam berkinerja maka tidak akan diberhentikan, atau bisa juga dengan pengunduran diri dari setiap anggota Bregodonya" tutup Budiono. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline